Sabtu, 26 Februari 2011

Menghalau Kabut

“Masih ingat saya?” suara bariton itu membuat Indy menoleh dengan gugup, sekaligus membuat lamunannya yang indah terburai. Si pemilik suara segera menjajari langkahnya tanpa permisi.

Indy pun terpaksa menghentikan langkah dan memandangi si pemilik suara dengan lebih cermat. Cowok itu jangkung, wajahnya tak kalah ganteng dari Christian Sugiono dengan kulitnya yang putih bersih dan tubuh yang atletis. Tapi, dimana Indy pernah melihatnya? Indy tak merasa pernah mengenalnya, atau jangan-jangan baterai otaknya sudah terlalu lemah, perlu dicharge ulang! Bagaimana mungkin sosok ganteng ini terhapus dari memorinya?

“Aduh, sayang sekali kalau kamu nggak ingat,” cowok itu tampak kecewa sekali. Ia menggelengkan kepalanya berulang kali.

“Siapa ya?” Indy mulai penasaran.

“Kamu benar-benar nggak ingat?” desaknya lagi, membuat Indy terenyum kering. “Sayang sekali………..” si ganteng itu pun kembali menggelengkan kepalanya.

“Memangnya dimana kita pernah ketemu?” tanya Indy makin penasaran. Masak sih ia sampai bisa melupakan owok ganteng itu?

“Justru saya tanpa sama kamu karena saya sendiri nggak ingat dimana kita pernah bertemu. Mungkin saja kamu bisa memberitahu saya kapan dan dimana kita pernah ketemu. Tapi karena ternyata kamu juga nggak ingat….. siapa ya yang kira-kira bisa memberitahu kita?” ujar si ganteng dengan kocak, membuat Indy keki setengah mati. Tapi melihat tampanginnocent si ganteng, tak urung tawanya pun lepas berderai. Salahnya sendiri, berjalan sambil ngelamun! Batin Indy.

Saya Hendra,” akhirnya cowok itu menyebutkan namanya sambil mengulurkan tangannya dan segera disambut Indy dengan hangat.

“Indy…….” keduanya pun tertawa berderai.

Sampai sekarang, bila ingat perkenalannya yang unik dengan Hendra setahun yang lalu, Indy masih suka tersenyum sendiri. Hati dan pikirannya memang tak pernah lepas dari sosok ganteng Hendra, yang semakin lama semakin gencar menghujaninya dengan SMS berisi rayuan pulau kelapa. Hendra memang romantis. SMSnya selalu penuh dengan kalimat-kalimat puitis yang membuat mimpinya semakin indah.

Hampir setiap hari Hendra mengirim SMS, dan Indy yang lebih suka berbincang langsung biasanya segera menelepon Hendra tiap kali menerima SMSnya. Sebenarnya Indy hern, walaupun sudah berbulan-bulan mereka bertukar SMS, telefon, chatting, e-mail, namun tak sekalipun Hendra mengutarakan niatnya untuk berkunjung ke rumah Indy. Padahal segala macam cara Indy sudah berusaha memancing pertemuan kembali dengannya. Alamat rumah lengkap dengan denahnya bahkan sudah pernah dikirimkan Indy melalui e-mail kepada Hendra, namun Hendra tak juga bergeming.

Akhirnya, setelah pulsa handphone-nya mulai tekor dan id dimarahi mama karena boros. Indy pun berinisiatif untuk merancang pertemuan dengan Hendra. Melalui SMS, Indy mengundang Hendra merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas. Indy bahkan dengan sengaja tidak mengundang teman-temannya seperti biasanya karena ia ingin perayaan ulang tahunnya yang ke tujuh belas nanti menjadi momentum yang penting daam hidupnya dengan merayakannya bersama cowok yang belakangan ini tak pernah lepas dari ingatannya.

Melalui SMS juga Hendra mengiyakan dan berjanji akan memberikan surprise pada hari ulang tahun Indy. Hal itu membuat Indy semakin berbunga-bunga. Ia pun semakin bersemangat merancang pesta ulang tahun yang akan dirayakannya bersama Hendra.

Ketika hari yang ditunggu-tunggunya tiba, Indy menjadi semakin tidak sabar untuk bertemu dengan Hendra. Sepulang sekolah, ia sengaja ke salon untuk mempercantik dirinya. Ia ingin sekali Hendra terpikat padanya, sama seperti cowok ganteng telah memenjarakan hatinya.

Kue tart telah dipesan jauh-jauh hari dari toko kue langgnanan mama. Masakan mama yang enak juga sudah siap terhoidang di meja. Tinggal menunggu kedatangan sang arjuna, istilah mama yang dari tadi tak henti-hentinya menggoda Indy.

Namun Hendra tak kunjung datang. Sampai malam menjelang, make-up Indy dan hidangan yang disiapkan di meja menjadi basi, cowok ganteng yang ditunggu-tunggu Indy tak juga menampakkan batang hidungnya. Akhirnya, tepat jam dua belaas malam Indy menyerah. Ia mencuci mukanya, memotong sendiri kue tartnya dan memakan hidangan yang sudah dingin sambil bercucuran air mata. Seluruh penghuni rumah sudah tidur, tanpa berani bertanya mengapa tamu yang ditunggunya tidak datang.

Esok paginya, Indy jatuh sakit. Demamnya yang tinggi sampai hampir 39 derajat celcius, membuat seisi rumah cemas. Yunia, sahabat karib Indy, tak kalah panik. Ia langsung menemui Indy sepulang sekolah begitu tahu Indy sakit. Dokter keluarga juga sudah dipanggil, namun Indy masih saja menggigil. Akhirnya Indy dibawa ke rumah sakit. Ia masih mengingau terus dan demamnya tak juga turun.

Yunia yang merasa terenyuh melihat kondii sahabatnya berinisiatif menghubungi Hendra, cowok yang tak henti-hentinya dibicarakan Indy di sekolah. Sayang sekali Hendra tak mau menjawab SMSnya, bahkan ketika ditelepn cowok itu mengatakan bahwa ia tidak kenal dengan Indy.

Yunia menjadi bingung dibuatnya. Sebenarnya ada apa sih, antara Indy dan Hendra? Kalau Hendra tidak mengenal Indy, mengapa Indy tampak semangat sekali bila sedang membicarakan Hendra? Yunia benar-benar tak habis pikir!

Hendra melengkahkan kakinya yang panjang dengan santai mengitari kawasan Senayan. Minggu pagi seperti itu, Senayan menjadi surga bagi mereka yang doyan olahraga sambil mencuci mata.

Kedua bola matanya tak hentinya menangkap sosok cantik yang sedang jogging di sekelilingnya. Sesosok gadis bertubuh mungil dengan pakaian olahraga berwarna pink segera menarik perhatiannya. Gadis itu cantik sekali, dan ia sendirian! Pas sekali untuk diajak kenalan!

“MASih ingat saya?” tanya Hendra sambil menajajri langkah gadis mungil itu. Suara baritonnya terdengar memikat. Namun Yunia, gadi mungil yang berpakaian olahraga warna pink itu tak menoleh sedikitpun.

“Masih ingat saya?” ulang Hendra lebih keras, mengira gadis itu tak mendengar suaranya.

Mendadak Yunia berhenti. Ia menatap Hendra dengan tajam, lalu berkata dengan tenang. “Tentu saja saya ingat kamu, Hendra!”

“Kamu tahu nama saya?” Hendra terperanjat karena tak mengira akan mendapat jawaban seperti itu. Ia merasa belum pernah bertemu Yunia, dan pertanyaan yang diajukannya tadi memang hanya sebagai umpan untuk dapat berkenalan dengan gadis yang menarik hatinya.

“Kapan dan dimana kita pernah bertemu?” tanya Hendra gencar.

“Kira-kira setahun yang lalu, disini juga.”

“Oh ya? Kok saya tidak ingat……. padahal saya tak mungkin lupa bila saya kenal gadis secantik kamu……..”

“Mungkin kamu tidak ingat saya, tapi kamu pasti ingat Indy, sahabat saya yang telah kamu permainkan perasaannya. Masih mau tebar pesona lagi? Maaf, saya tidak tertarik!” ujar Yunia dengan tenang.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Hendra meninggalkan Yunia dengan muka memerah. Cowok ganteng itu bahkan berlari-lari kecil tanpa berani menoleh lagi. Dari kejauhan, Indy yang menyaksikan kejadian itu tertawa terbahak-bahak melihatnya. Kabut yang selama ini menyelimuti hatinya perlahan terhalau pergi. Selamat tinggal, Hendra! Bisiknya kepada angin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Makalah Manajemen Sumber Daya Manusia

Posting Populer