Selasa, 22 Februari 2011

Pendidikan Sebagai Proses Sosial Budaya

PENDAHULUAN


Pendidikan adalah suatau proses pengembangan kepribadian. VISI pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Untuk menggapai tercapainya visi ini, ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip yang ditetapkan adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Sosial dan budaya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Struktur sosial masyarakat dan kebudayaan adalah suatu konteks, suatu lingkungan dan segala sesuatu yang berada di dalamnya akan dapat dimengerti.
Masyarakat Indonesia sangat heterogen secara sosial budaya. Sosial budaya antara masyarakat daerah satu berbeda dengan daerah lainnya. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai kekhasan mereka. Perbedaan tersebut terlatak pada cara berfikir, bersikap, berperilaku, tingkat perkembangan mereka, dan respon mereka terhadap berbagai fenomena kehidupan internal dan eksternal.
Setiap orang pada dasarnya adalah suatu kesatuan bio-psiko-sosio-kultural. Kesatuan bio-psiko hanya dapat berkembang di dalam konteks sisio-kultural. Pemahaman dan pengetahuan tentang fenomena sosio-kultural sangat penting untuk memahami proses pendidikan. Untuk memperoleh informasi konteks sosio-kultural adalah mempelajari hasil-hasil kajian sosiologi dan antropologi umumnya dan sosioantropologi pendidikan khususnya. Seperti fenomena masyarakat dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu : sosiologi, sejarah, ekonomi, demografi, antrologi, imu politik, dan psikologi sosial.

PEMBAHASAN

Pendidikan adalah suatu proses pewarisan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat. Hasil budaya yang berupa tulisan dapat dijadikan sebagai sumber balajar. Dalam masyarakat berbudaya tulis sumber belajar selain tatap muka dalam pergaulan juga lewat tulisan dan lembaga pendidikan yang diusahakan seacara formal. Proses belajar dapat terjadi di mana saja sepanjang hayat. Sekolah merupakan salah satu tempat proses belajar terjadi. Sekolah merupakan tempat kebudayaan, karena pada dasarnya proses belajar merupakan proses pembudayaan. Dalam hal ini, proses pembudayaan di sekolah adalah untuk pencapaian akademik siswa, untuk membudayakan sikap, pengetahuan, keterampilan dan tradisi yang ada dalam suatu komunitas budaya, serta untuk mengembangkan budaya dalam suatu komunitas melalui pencapaian akademik siswa.
Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya, dan adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui budaya tersebut sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses enkulturasi, sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi. Kedua proses tersebut berujung pada pembentukan budaya dalam suatu komunitas.
Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga, komunitas budaya suatu suku, atau komunitas budaya suatu wilayah. Proses pembudayaan enkulturasi dilakukan oleh orang tua, atau orang yang dianggap senior terhadap anak-anak, atau terhadap orang yang dianggap lebih muda. Tata krama, adat istiadat, keterampilan suatu suku/keluarga biasanya diturunkan kepada generasi berikutnya melalui proses enkulturasi.

Sementara itu, proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan. Proses pembelajaran di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal atau proses akulturasi. Proses akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya dan adopsi budaya, tetapi juga perubahan budaya. Seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, kemudian orang tersebut mengadopsi budaya tersebut. Misalnya, seseorang yang pindah ke suatu tempat baru, kemudian mempelajari bahasa, budaya, kebiasaan dari masyarakat di tempat baru tersebut, lalu orang itu akan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat di tempat itu.
Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan hasil tali temali antara lingkungan alam, lingkungan sosial serta karakteristik individu. Pada dasarnya perubahan sosial mempunyai ruang gerak yang berlapis-lapis, dimulai dari kelompok terkecil seperti keluarga sampai kelembagaan dalam masyarakat
Menurut Faisal dan Yasik (1985) alur perkembangan diferensiasi pendidikan dapat diterangkan dalam beberapa poin sebagai berikut.
1.Pendidikan pada masyarakat sederhana yang belum mengenal tulisan. Dalam kehidupan masyarakatnya mengembangkan pendidikan secara informal yang berfungsi untuk memberikan bekal keterampilan-keterampilan mata pencaharian dan memperkenalkan pola tingkah laku yang sesuai dengan nilai serta norma masyarakat setempat. Pada tingkatan ini, peran sebagai siswa dan guru secara murni ditentukan oleh ukuran-ukuran askriptif. Anak-anak menjadi siswa dilatarbelakangi oleh faktor usia mereka, sementara guru disimbolkan sebagai representasi orang tua yang memiliki derajat karisma serta kewibawaan untuk mendidik kaum-kaum muda. Spesifikasi peran para guru itu, juga ditentukan oleh jenis kelamin (yang wanita mengajarkan memasak sementara para laki-laki mengajarkan
2.Pada tingkatan yang lebih maju, sebagaian proses sosialisasi teridentifikasi keluar dari batas keluarga, diserahkan kepada semua pemuda di masyarakat tentu saja dengan bimbingan para orang tua yang berpengalaman atau berkeahlian. Kurikulum pendidikan bukan semata-mata kumpulan dari latihan memperoleh ketrampilan-ketrampilan namun juga ditekankan soal-soal metafisik dan budi pekerti. Mengenai siapa yang berperan sebagai guru, tampaknya sudah mulai mempertimbangkan bakat dan pengalaman “berguru” yang pernah diperoleh. Dalam hubungan ini, sang guru bukanlah orang yang memiliki “spesialisasi khusus” seperti halnya spesialisasi-spesialisasi sekarang ini, namun para “siswa” bisa belajar banyak mengenai nilai-nilai kehidupan sebab guru dipandang sebagai sumber segala macam pengetahuan.
3.Dengan berkembangnya diferensiasi di masyarakat itu sendiri, maka meningkat pula upaya seleksi sosial. Beberapa keluarga atau kelompok meningkat menjadi semakin kuat dalam segi kekuasaan maupun kekuatan ekonominya dibandingkan warga masyarakat yang lain. Mereka yang telah menempati posisikuat itu, secara formal membatasi akses mengenyam pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Pertimbangan utama dalam menentukan siapa-siapa yang menjadi “siswa”, terletak pada latar belakang kelas atau kterurunan seseorang. Sedangkan seleksi para “guru”, di samping disyaratkan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, juga diperhitungkan faktor kecerdasan dan bakatnya. Dari segi kurikulum sudah diperhitungkan kebutuhan-kebutuhan perkembangan zaman dengan memfokuskan perhatian pendidikan pada budi pekerti, hukum, teologi, kesenian serta bahasa. Guru masih berperan sebagai figur yang menguasai segala hal daripada sebagai spesialis dari suatu cabang pelajaran tertentu.
4.Pada tingkatan berikutnya hubungan antara pendidikan dengan masyarakat menjadi kian rumit dan semakin kompleks. Sejalan dengan arus industrialisasi dan kecenderungan diferensiasi sosial, maka spesialisasi peranan menjadi cirib istimewa masyarakat pada tingkatan keempat ini. Di sini pendidikan sudah berjenjang-jenjang begitu rupa, dan kualifikasi para pengajar sudah tersebar ke dalam bidang keahlian yang beragam pula. Dalam hubungan beban-beban baru, yaitu sebagai pusat pengajaran bagi masyarakat luas, sebagai media seleksi sosial serta berperan pula sebagai lapangan pekerjaan.
Masyarakat negara yang maju memiliki nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu adalah sebagai berikut.

  1. Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari

  2. Kejujuran dan integritas

  3. Bertanggung jawab

  4. Hormat pada aturan & hukum masyarakat

  5. Hormat pada hak orang/warga lain

  6. Cinta pada pekerjaan

  7. Berusaha keras untuk menabung & investasi

  8. Mau bekerja keras

  9. Tepat waktu


KESIMPULAN

Pendidikan harus mampu melakukan analisis kebutuhan nilai, pengetahuan dan teknologi yang paling mendesak dapat mengantisipasi kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan baik perubahan secara budaya maupun secara sosial.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Makalah Manajemen Sumber Daya Manusia

Posting Populer