Kamis, 17 Mei 2012

Drama: "Lena Tak Pulang"

 

Karya : Muram Batubara


(JUARA 1)



SATU


Lampu menyala.


Dalam sebuah rumah. Sofa besar menghadap tv. Meja makan. Kulkas. Pintu kamar mandi. Pintu dapur. Pintu kamar tidur. Pintu keluar masuk rumah. Pak Lena duduk memandang tv. Bu Lena keluar dari kamar mandi.


Bu Lena


Lena sudah pulang, Pak?


Pak Lena



Belum


Bu Lena


(Duduk di kursi meja makan) Bagaimana ini? Sudah tiga hari ia tidak pulang.


Pak Lena


Nanti juga pulang


Bu Lena



Sudah tiga hari


Pak Lena


Nanti juga pulang


Bu Lena


Ya, tapi belum juga pulang, padahal sudah tiga hari. Dia itu kan perempuan.


Pak Lena


(Tetap memandang tv) Anak kita


Bu Lena


Iya, anak kita, tapi ia perempuan dan belum pulang tiga hari.


 Pak Lena


Nanti juga pulang sendiri ketika bekalnya lari telah habis.


Bu Lena


Tidak segampang itu, Pak, ia itu perempuan!


Pak Lena


Jika memang ia perempuan, ia akan pulang.


Bu Lena


Tapi belum…(Menghentikan kalimat, memperhatikan pintu keluar rumah)


Ada yang datang, sepertinya itu Lena, anak kita, pulang juga ia setelah tiga hari tidak pulang.


Pak Lena


Bukan, pasti temannya datang mencari.



Bu Lena


Pasti Lena


Pak Lena


Berani taruhan


Bu Lena


Taruhan apa?


Pak Lena


Jika bukan Lena, lebaran tahun ini kita pulang ke rumah orang tuaku.



Bu Lena


Tapi tahun kemarin sudah


Pak Lena


Itu karena kau kalah taruhan


Bu Lena


Ya tidak bisa, bayangkan dalam lima tahun ini kita tidak pernah pulang ke rumah orang tuaku.


Pak Lena


Berani taruhan tidak?






Bu Lena


(Bingung) Ehm…


Pak Lena


Dengar langkah itu sudah semakin dekat.


Bu Lena


Baik


Terdengar ketukan pintu. Bu Lena membuka pintu. Kecewa.


Tamu I


Permisi Tante, Lenanya ada?



Bu Lena


Oh tidak ada, dia belum pulang.


Tamu I


Belum pulang? Pergi ke mana ya Tante?


Bu Lena


Tante juga tidak tahu tuh, kamu tahu tidak?


Tamu I


Ya, kalau tahu saya tidak datang Tante.


Bu Lena


Iya juga ya. Hm, kamu teman sekolahnya ya?


Tamu I


Bukan Tante, saya teman…


Pak Lena


(Memotong) Suruh duduk dulu, hanya tukang pos yang diterima di depan pintu.


Tamu I


Terima kasih Om, saya harus kembali pulang.


Pak Lena


Kenapa buru-buru?






Tamu I


Ada yang harus buru-buru saya lakukan


Bu Lena


Jika buru-buru, kenapa mencari Lena?



Tamu I


Ya itu dia, Tante. Karena Lenalah saya harus buru-buru?



Pak Lena


Masuk dulu jangan buru-buru


Bu Lena


Iya masuk dulu


Tamu I


Maaf tidak bisa, saya permisi dulu.



Bu Lena menutup pintu. Duduk di ruang tv.


Pak Lena


Siapa namanya?


Bu Lena


Siapa?


Pak Lena


Yang tadi?


Bu Lena


Teman Lena



Pak Lena


Iya, teman Lena tadi namanya siapa?



Bu Lena


Berarti tahun ini kita pulang ke rumah orang tuamu lagi?


Pak Lena


Jelas! Siapa nama teman Lena tadi!




Bu Lena


Sudahlah ke rumah orang tuaku saja. Kasihan ibu sudah semakin tua, dia ingin melihat kita sekeluarga kan?


Pak Lena


Tidak bisa! Kesepakatan telah tercipta, tidak bisa dirubah. Jika terus dirubah, bagaimana menjalankan kesepakatan itu dan untuk apa membuat kesepakatan jika tidak ada kepastian untuk dilakukan. Siapa nama teman Lena tadi?



Bu Lena


Nggak tahu.


Pak Lena


Loh


Bu Lena


Kok loh


Pak Lena


Ya, loh, bagaimana mungkin kamu tidak menanyakannya?


Bu Lena


Kenapa bukan kamu?


Pak Lena


Aku kan sedang nonton tv dan aku tidak sedang berhadapan langsung dengannya.


Terdengar ketukan pintu.


Pak Lena


Ada yang ketuk pintu, bukahlah.


Bu Lena


Bagaimana jika Lena?



Pak Lena


Ya tetap dibuka pintu kan?





Terdengar ketukan pintu.


Bu Lena


Bukan itu, jika bukan Lena, perjanjian tadi batal.


Terdengar ketukan pintu.


Pak Lena


Bukalah pintu itu, kasihan tamunya.


Bu Lena


Buat satu kesepakatan baru dulu.


Terdengar ketukan pintu.


Bu Lena


(Teriak ke arah pintu) sebentar ya, lagi menunggu kesepakan nih, sabar ya.


Pak Lena


Ya sudah, buka sana.


Bu Lena


Kesepakatan?


Pak Lena


Yah!


Pintu terbuka. Bu Lena puas. Perbincangan di depan pintu masuk rumah.


Tamu II


Kesepakatan apa Tante?


 Bu Lena


Ah, tidak. Kamu siapa dan ada apa?


Tamu II


Saya temannya Lena, Tante, kebetulan saya sedang main di daerah sini.



Bu Lena


Terus


Tamu II


Ya, terus saya mampir. Karena kebetulan saya sedang main di daerah sini, jadi saya mampir ke sini, Tante.


Bu Lena


Terus


Tamu II


Ya, karena itu Tante, hm, Lenanya ada?



Bu Lena


Jadi karena kebetulan main di daerah sini, kamu mampir dan mencari Lena?



Tamu II


Benar itu Tante.


Bu Lena


Karena kebetulan?


Tamu II


Sebenarnya tidak Tante.


Bu Lena


Yang benar yang mana?


Tamu II


Saya memang mencari Lena, Tante.



Bu Lena


Karena main di daerah sini?


Tamu II


Tidak Tante, saya memang sengaja kemari untuk mencari Lena. Sumpah, Tante.



Pak Lena


(Memotong) Suruh duduk dulu, hanya tukang pos yang diterima di depan pintu.


Tamu II masuk dan duduk di ruang tv. Bu Lena masuk dapur.


Tamu II


Nonton berita ya, Om?


Pak Lena


Tidak, cuma sedang melihat tanggapan wakil rakyat tentang bencana yang tidak berkesudahan.


Tamu II


Itukan berita namanya, Om.


Pak Lena


Itu bukan berita, itu opini. Opini itu pendapat, kebenarannya masih belum bisa diandalkan. Namanya berita harus mengutamakan kebenaran, kenyataan.


Tamu II


Tapi itukan acara berita, Om.


Pak Lena


Memang, beritanya, wakil rakyat sedang memberikan opini.


Tamu II


Berarti sedang nonton berita, Om.


Pak Lena


Tidak, saya sedang melihat opini. Ingat, opini!


Tamu II


Bedanya apa, Om?


Pak Lena


Opini itu tidak murni kenyataan, namanya juga pendapat, sedang berita itu nyata, kenyataan tadi. Begini, kucing ditabrak mobil, itu berita.


Tamu II


Kalau opini?


Pak Lena


Mengapa kucing itu mau ditabrak?



Tamu II


Mungkin saja ia tidak melihat mobil yang laju, tiba-tiba saja ia sudah bersimbah darah.



Pak Lena


Itu dia opini.


Tamu II


Opini?


Pak Lena


Ya, opini kamu. Lihat omongan wakil rakyat itu, semuanya serba mungkin kan?


Tamu II


Jadi yang serba mungkin itu bukan berita?


Pak Lena


Mungkin kok berita. Mungkin itu kan belum jelas sedang berita adalah yang jelas dan pasti.


Tamu II


Tapi apa yang pasti di jaman sekarang, Om?


Pak Lena


Ya, opini.


Bu Lena keluar dapur membawa teh dalam gelas menuju kulkas. Membukanya.


Tamu II


Tidak usah yang dingin, Tante, lagi batuk.


Bu Lena


Mau puding?


Tamu II


Boleh, Tante.


Bu Lena


Tapi dingin?





Tamu II


Tidak apa-apa, Tante, kan cuma puding.


Bu Lena ke ruang tv dan meletakkan sajian kemudian kembali menuju dapur.


Pak Lena


Kamu temannya Lena?



Tamu II


Benar itu, Om.


Pak Lena


Teman dari mana?


Tamu II


Ya teman saja, Om, tidak dari mana-mana.


Pak Lena


Yang dari sekolahan, les biola, les balet, renang, atau malah dari kelas mengaji?


Tamu II


Untuk yang terakhir tampaknya bukan, Om.


Pak Lena


Mengapa? Apa karena sudah pintar mengaji?


Tamu II


Tidak Om, saya non muslim.


Pak Lena


Oh begitu, terus dari mana?


Tamu II


Saya teman Lena dari tempat nongkrong, Om.



Pak Lena


Seingat saya Lena tidak mengambil les nongkrong.



Tamu II


Om, lucu juga. Tempat nongkrong itu tempat kita kumpul-kumpul, ya, istilah kerennya berbincang atau berdiskusi.


 Pak Lena


Oh begitu, tapi yang nongkrong itu kan tentunya berasal dari tempat tertentu. Nah, kamu itu selain teman nongkrong Lena, teman di mana?



Tamu II


Ya tidak ada, Om. Saya cuma teman Lena di tempat nongkrong.



Pak Lena


Terlalu tipis, pertemanan itu belum begitu kuat. Hm, lalu maksud kamu mencari Lena?



Tamu II


Ya itu dia Om, saya ingin tahu tentang apa yang terjadi dengan Lena. Sudah tiga hari ia tidak muncul, Om.


Pak Lena


Memangnya kenapa kalau ia tidak muncul dalam tiga hari?


Tamu II


Ya itu dia, Om.


Pak Lena


Apa?


Tamu II


Ehm, dia bawa sesuatu yang penting, Om. Sesuatu yang sangat saya banggakan.


Pak Lena


Oh begitu. Penting sekali?


Tamu II


Sangat penting malah, Om.


Pak Lena


Lena mengambilnya dari kamu?



Tamu II


Begitulah Om, saya malah tidak tahu bagaimana bersikap jika tidak ada kabar dari Lena.



 Pak Lena


Banyakkah?


Tamu II


Ya kalau besar itu dianggap banyak, ya, banyak Om.


Pak Lena


Begini saja, kamu pulang dulu, besok kamu kembali lagi. Yang kamu punya itu pasti akan kembali.


Tamu II


Tapi Lenanya bagaimana Om?



Pak Lena


Itu urusan saya.


Tamu II


Kalau memang begitu, tentunya dengan ada kepastian dari Om, saya menjadi yakin untuk datang besok.


Pak Lena


Ya, ya, pulanglah.


Tamu II pergi, Bu Lena masuk.


Pak Lena


Anakmu membawa lari uang temannya?


Bu Lena


Bagaimana bisa?


Pak Lena


Temannya yang datang tadi, yang terlalu banyak bicara itu, melaporkan apa yang telah dilakukan anakmu.


Bu Lena


Anak kita



Pak Lena


Ya, anak kita. Pencuri.


Bu Lena


Belum tentu benar, jangan terlalu banyak percaya dengan orang yang terlalu banyak bicara.


Pak Lena


Tapi bagaimana bisa kita percaya dengan orang yang sedikit bicara, dari mana kita tahu isi kepalanya jika tidak dikeluarkannya.


Bu Lena


Terlalu banyak bicara malah menghilangkan kata-kata kunci, kata yang seharusnya bisa menjadi andalan.


Pak Lena


Tanpa bicara, kata kunci itu malah tidak keluar, bagaimana bisa ia tampak?


Bu Lena


Tetapi mengapa kau begitu percaya dengan anak ingusan yang terlalu banyak bicara itu?


Pak Lena


Karena tampaknya benar, sudah tiga hari Lena pun tidak muncul di tempat biasa mereka bertemu.


Bu Lena


Bagaimana jika benar?


Pak Lena


Kita harus menggantinya, tidak bisa tidak, Lena kan anak kita.



Bu Lena


Jika tidak benar?


Pak Lena


Mau taruhan?



Lampu padam



DUA


 Lampu menyala. Dalam sebuah rumah. Sofa besar menghadap tv. Meja makan. Kulkas. Pintu kamar mandi. Pintu dapur. Pintu kamar tidur. Pintu keluar masuk rumah. Pak Lena duduk memandang tv. Bu Lena keluar dari kamar mandi.


Bu Lena


Lena sudah pulang, Pak?



Pak Lena


Belum


Bu Lena


(Duduk di kursi meja makan) Bagaimana ini? Sudah empat hari ia tidak pulang.


Pak Lena


Nanti juga pulang


Bu Lena


Kemarin kau jawab seperti itu juga, tidak kemarin saja, kemarinnya lagi dan kemarinnya lagi juga.


Pak Lena


Terus harus bagaimana? Berteriak, mengabarkan pada semua orang bahwa anak kita yang perempuan tidak pulang dalam empat hari ini. Bagaimana kata dunia? Apa kata mereka pada kita? Orang tua yang tidak bertanggung jawab?


Bu Lena


Tampaknya kita memang tidak bertanggung jawab.


Pak Lena


Kok bisa?


Bu Lena


Lihatlah sendiri! Apa yang kita lakukan pada anak kita? Empat hari, bayangkan empat hari anak kita tidak pulang, tidak ada usaha kita untuk mencarinya.


Pak Lena


Menunggu juga mencari.




Bu Lena


Menunggu itu pasrah


Pak Lena


Tidak sama, pasrah itu tanpa berbuat. Mununggu itu kan berbuat, sama seperti berdoa.


Bu Lena


Apa yang dilakukan dalam menunggu? Diam memandang tv atau sibuk berbincang tanpa tujuan?


Pak Lena


Jika kita ke kantor polisi dan melaporkan kehilangan anak, terus apa yang kita lakukan? Menunggu kan? Menunggu kabar dari pak polisi itu. Dan dalam menunggu kabar dari pak polisi, kita juga menonton tv atau berbincang kemana suka kan? Sama saja.


Bu Lena


Beda


Pak Lena


Apanya yang beda? Jika kita memasang iklan tentang kehilangan, sama juga seperti melapor ke polisi. Jika kita mencari sendiri, sama juga dengan menunggu kabar kan? Kita mencari itu tanpa tujuan, kita tidak tahu di mana anak kita berada, jadi sama juga dengan nol. Kita tetap juga menunggu. Daripada kita memutari kota, tentunya habis energi, toh lebih baik kita di rumah. Semuanya itu berarti menunggu, mencari itu juga menunggu. Menunggu juga mencari. Jelas!


Bu Lena


Pusing aku. Jika kita tahu di mana Lena berada kan gampang, bisa kita jemput.



Pak Lena


Itu dia kata yang tepat. Menjemput. Menjemput itu jelas beda dengan mencari atau juga menunggu.


Bu Lena


Tapi kita tidak tahu di mana Lena berada?



 Pak Lena


Yah harus dicari


Bu Lena


Dengan?


Pak Lena


Ya menunggu.



Terdengar ketukan pintu


Pak Lena


Bagaimana ini, ini pasti teman Lena yang banyak bicara kemarin itu.



Bu Lena


Yang uangnya Lena curi itu?



Pak Lena


Bagaimana ini, apa yang harus kita lakukan.


Bu Lena


Kita bayar saja


Pak Lena


Tapi kita belum ketemu Lena, bisa saja berita ini tidak benar.



Terdengar Ketukan pintu


Bu Lena


Jika belum benar, jangan dibayar dulu


Pak Lena


Tapi kita belum tahu mana yang benar. Kenapa Lena belum pulang juga.



Terdengar ketukan pintu


Bu Lena


Bagaimana jika dia datang dengan polisi.



Terdengar ketukan pintu


Pak Lena


Bukahlah pintu


Bu Lena


Kau saja


Pak Lena


Kau kan perempuan


Bu Lena


Kau kan laki-laki


Pak Lena


Perempuan duluan, atas nama kesopanan.


 Terdengar ketukan pintu


 Bu Lena


(Teriak ke arah pintu masuk) Sebentar ya.


Pak Lena


Bukalah pintunya (Berlari kecil menuju depan tv, seakan-akan tak terjadi sesuatu)


Pintu Terbuka. Bu Lena bingung.


Tamu I


Maaf Tante, Lenanya sudah pulang? Belum ya? Ya sudahlah, nanti saya datang lagi. Terima kasih Tante. Tolong nanti kalau Lena pulang, katakan saja saya mencari dan akan kembali lagi. Permisi Tante. (Pergi menghilang)


 Pak Lena


Suruh duduk dulu, hanya tukang pos yang diterima di depan pintu.


Bu Lena


Sudah pulang (menutup pintu dan berjalan menuju ruang tv) tamunya sudah pulang.


Pak Lena


Tukang pos?


Bu Lena


Bukan, temannya Lena?



Pak Lena


Yang kemarin?


Bu Lena


Ya


Pak Lena


Terus dia menagih uangnya? Apa yang kau bilang hingga dia langsung pulang.


Bu Lena


Aku tidak bilang apa-apa dan dia bukan yang uangnya dicuri Lena.



Pak Lena


Jadi teman yang mana?


Bu Lena


Yang pertama datang, yang lupa kutanyakan namanya.


Pak Lena


Sudah tahu kau namanya?


Bu Lena


Belum, dia terlalu buru-buru. Belum sempat aku bicara dia sudah pergi.


Pak Lena


Tampaknya dia memang selalu buru-buru. Tunggu dulu, siapa nama teman Lena yang banyak bicara itu?


 Bu Lena


Kenapa kau tanyakan aku, bukankah kau yang banyak bicara dengannya? Seharusnya kau tanyakan namanya.


Pak Lena


Itu dia, dia terlalu berlama-lama sampai aku lupa menanyakan, padahal aku sudah berhadapan langsung dengannya.


Bu Lena


Sudahlah. Setidaknya bukan dia yang datang jadi kita tidak perlu risau lagi.


Pak Lena


Untuk sementara


Bu Lena


Walau sementara, setidaknya tidak risau.



Lampu padam




TIGA



Lampu menyala. Dalam sebuah rumah. Sofa besar menghadap tv. Meja makan. Kulkas. Pintu kamar mandi. Pintu dapur. Pintu kamar tidur. Pintu keluar masuk rumah. Bu Lena duduk memandang tv. Pak Lena keluar dari kamar mandi.


Pak Lena


Sudah hampir sore, hari keempat sejak tidak pulang, apakah Lena tidak akan pulang lagi?



Bu Lena


Belum lima hari


Pak Lena


Hampir lima hari, lihatlah sudah mendekati senja. Jika matahari terbenam dan terbit lagi, tepat lima hari Lena tidak pulang. Apakah bekal larinya masih cukup?



Bu Lena


Mengapa kau kuatir?


Pak Lena


(Menuju pintu keluar masuk rumah, membukanya, menegok keluar dan menutupnya kembali) Belum pulang juga.


Terdengar ketukan pintu. Pak Lena langsung membuka. Tersenyum senang.


Pak Lena


Pulang juga rupanya kau Lena



Lena


Lapar (Berjalan menuju dapur, keluar lagi sambil membawa piring makanan, makan di meja makan.)


 Bu Lena


(Mendekat dan langsung duduk di samping Lena) Makanlah yang banyak, tentunya kau lapar.



Pak Lena


(Mendekat dan langsung duduk di samping Lena) Dari mana saja?


Bu Lena


Jangan ditanyakan dulu, biarkan dia makan dengan tenang. Sudah hampir lima hari dia berada di luar, rindu dengan rumah ini tentunya.


Pak Lena


Banyak temanmu yang datang.


Bu Lena


Jangan dikatakan dulu, biar dia makan dengan nyaman, sudah lima hari dia di luar, banyak bertemu orang tentunya, lebih banyak dari kawannya yang datang. (Berjalan menuju kulkas dan mengeluarkan botol air dingin, menuangkan ke gelas Lena) Dari mana saja kau Lena?



Pak Lena


Kenapa kau tanyakan?


Lena


Dari rumah teman (Terus makan)


Pak Lena


Temanmu yang mana? Yang dari sekolahan, les biola, les balet, renang, kelas mengaji, atau malah teman nongkrong?


Bu Lena


Ya, yang mana?


Lena



Teman lain


Pak Lena


Masih ada temanmu yang lain rupanya.


Bu Lena


Teman yang mana?


 Lena


Kenapa terlalu mengurusi sih? Bukannya selama ini aku bebas, seperti yang kalian inginkan. Mengapa kalian bertanya ketika aku menghilang, mengapa tidak mencari? Lalu, apakah kalian pernah menanyakan aku sekolah apa tidak? Dan, untuk apa les yang mahal-mahal itu, bukan untukku kan? Untuk kalian yang gila gengsi tanpa memikirkan kebutuhanku kan? (Berdiri, membawa makanan, duduk di depan tv sambil terus makan.)



Pak Lena


(Berbisik) Bagaimana ini?


Bu Lena


(Berbisik pula) Bagaimana apanya?


Pak Lena


Dia terlalu tertutup, kita harus bisa membukanya. Mengapa kita yang disalahkan? Kita kan hanya menanyakan temannya saja.(Mendekati Lena) Enak makannya?



Lena


Biasa saja


Bu Lena


(Mendekati Lena) Tentunya enak, Ibu sengaja masak untuk kamu.


Lena


Sejak kapan masak khusus? (Berjalan menuju dapur, masuk ke dalamnya)


Bu Lena


(Berbisik) Tidak berhasil. Tampaknya dia memang marah pada kita.


Pak Lena


(Berbisik pula) Kita harus lebih berusaha lagi.


Lena keluar dari dapur tanpa membawa sebarang pun. Bu Lena dan Pak Lena mendekat, persisi menghalangi jalan Lena yang masih berada di depan pintu.





Pak Lena


Sudah selesai makannya?


Bu Lena


Enak kan? Pasti kenyang.


Lena


(Menghindar dan berjalan menuju kamar tidur) Mau tidur


Pak Lena


(Mengejar hingga depan pintu kamar tidur) Belum malam


Bu Lena


(Ikut mengejar) Iya, belum malam, mari kita berbincang dulu.


Lena masuk kamar. Pintu tertutup. Bu Lena dan Pak Lena duduk di kursi meja makan.


Bu Lena


Apa sebab dia begitu dingin


Pak Lena


Mungkin kita terlalu kaku


Bu Lena


Kau yang kaku


Pak Lena


Mungkin kau juga.



Terdengar ketukan pintu


Pak Lena


Pasti temannya yang banyak bicara itu, yang uangnya dicuri Lena, bagaimana ini? Kita belum bicara tentang itu dengan Lena.



Bu Lena


Mungkin temannya yang lain.



Terdengar ketukan pintu


Bu Lena


Kau saja yang buka, terserah itu melangkahi kesopanan.


Pak Lena


(Malas membuka pintu, hingga sampai depan pintu, menoleh ke Bu Lena dengan bingung)  Sebaiknya kau saja.


Terdengar ketukan pintu. Pak Lena terkejut dan langsung membuka pintu. Tambah terkejut melihat tamu yang datang.


Tamu II


Terkejut, Om.


Pak Lena


(Gagap) Tidak, tidak. Ayo masuklah.


Bu Lena menyingkir ke dapur. Pak Lena dan Tamu II duduk menghadap tv.


Tamu II


Saya tidak kebetulan main ke daerah sini, Om. Saya khusus datang seperti permintaan, Om, kemarin itu. Jadi rasanya tidak perlu basa-basi lagi…


Pak Lena


(Memotong) Basa-basi itu terkadang perlu. Ayolah berbasa- basi.


Bu Lena


(Muncul membawa segelas minuman hangat) Iya, kenapa harus langsung jika kita bisa berbasa-basi terlebih dahulu.


Tamu II


Wah, tampaknya akan ada lampu hijau nih.


Pak Lena


Tidak hanya boleh langsung jalan, ini jalan tol jadi bisa sekencang apa juga.


 Tamu II


Boleh ngebut?


Pak Lena


Oh tentu, asal pakai pengaman biar tidak kecelakaan.


Tamu II


(Tertawa) Ini dia calon mertua yang paling hebat.


Bu Lena


Mertua?


Pak Lena


Ada apa dengan mertua?


Tamu II


(Bingung) Katanya boleh langsung ngebut?


Pak Lena


(Bingung juga) Tunggu dulu. Begini saja, kita buang dulu basa-basi. Apa maksudnya ini? Mertua dan ngebut, hubungannya apa?


Tamu II


Loh, bukankah sudah jelas Om, ini soal sesuatu yang saya miliki itu, yang dibawa Lena.



Bu Lena


Ya terus.


Tamu II


Bukankah hari ini akan saya temukan lagi, seperti janji Om kemarin.


Bu Lena


Uang kan?


Pak Lena


Ya, berapa yang dicuri dari kamu?


Bu Lena


Masalah besarnya tidak perlu risau, kami akan bayarkan semuanya, bagaimanapun Lena itu anak kami, jadi tidak mungkin kami membiarkannya mencuri uang kamu.


 Pak Lena


Ya benar itu.


Bu Lena


Tunggu dulu, biar semuanya jelas (Berjalan menuju kamar Lena) Lena! Keluar kamu, Nak.



Tamu II


Tunggu dulu, Tante…


Bu Lena


Tenang, biar jelas saja.


Tamu II


Tapi…


Pak Lena


Tenang saja


Bu Lena



Lena!


Lena


(Keluar dengan muka suntuk, bertambah suntuk begitu melihat Tamu II) Ada apa?



Bu Lena


Ayo, ada yang harus kita selesaikan. (Menggiring Lena ke depan tv)



Tamu II


(Tersenyum manis) Hai Len.



Lena


(Senyum masam) Ada apa?


Pak Lena


Tenang, santai semuanya. Begini, sebaiknya kita cari tahu yang sebenarnya. Bu, kau saja yang bicara.


Bu Lena


Lena, teman kamu ini kemarin sudah datang, tapi karena kamu belum pulang, kami suruh dia datang sekarang. Nah, dia ini datang untuk meminta sesuatu yang kamu bawa, begitulah.


 Pak Lena


Ya, dengan kata lain ia datang untuk menagih sesuatu yang telah kau curi. Nah, berapa jumlahnya, Nak, berapa yang kau ambil darinya.


Tamu II


(Panik) Tunggu dulu…


Pak Lena


Sudah kamu jangan bicara dulu. Berapa Lena?



Lena


(Bingung) Lena tidak mencuri apa-apa. Hey (Menunjuk Tamu II) kamu jangan sembarangan menuduh aku pencuri ya! Sampai datang ke rumah lagi!


Bu Lena


Sabar Nak, tenang. Katakan saja jumlahnya, biar kita ganti. Jangan takut kami marah. Sungguh kami tidak akan marah.


Pak Lena


Ya katakan saja, biar semuanya jelas.


Lena


Ahk, bagaimana ini! Lena tidak mencuri, sumpah. Tanyakan saja sama dia. (Duduk dengan sewot)


Tamu II


Waduh, bagaimana ini, kenapa bisa kacau. Begini saja, Om, saya permisi, anggap saja tidak terjadi apa-apa. (Bergerak pergi)


Pak Lena


(Menahan) Bagaimana kamu ini, bukannya kamu ingin mengambil yang telah dicuri Lena?



Tamu II


Sudahlah Om, tidak apa-apa, biarkan saja.


Bu Lena


Tidak bisa begitu. Begini saja, berapa yang dicuri Lena?



Lena


Ya berapa yang kucuri! Cepat bilang!


 Tamu II


(Takut) Tidak ada…


Pak Lena


Apa!


Tamu II


Lena tidak mencuri uang, Om. Sejak tadi dan malah kemarin saya sudah ingin jelaskan tapi Om tidak mau mendengar. Saya pikir Om sudah mengerti dengan yang saya maksud.


Pak Lena


Kok malah menyalahkan.


Tamu II


Benar, Om. Saya sudah coba jelaskan. Lena tidak mencuri uang tapi…



Bu Lena


Tapi apa? HP, perhiasan, atau apa?


Tamu II


Bukan itu Tante.


Bu Lena


Jadi apa? Bicara yang jelas!


Tamu II


(Malu) Lena mencuri hati saya, Tante. Dengan kata lain, saya itu senang sama Lena tapi Lenanya belum memberikan jawaban.


 Terdengar ketukan pintu. Semuanya terkejut.


 Pak Lena


Siapa lagi itu, bukalah pintunya, Lena kamu yang buka.


 Pintu terbuka. Lena tertawa.


Lena


Aku baru saja pulang, kamu bolak-balik ya mencari aku?


 Tamu I


Kurang ajar, kalau utang cepat bayar dong!


Lena


Ala, gitu aja sewot.



Pak Lena


Suruh duduk dulu, hanya tukang pos yang diterima di depan pintu.



Bu Lena


Siapa Len?



Lena


Teman



Bu Lena


Bawa temanmu ke dalam, tidak baik terus di depan pintu.



Tamu I


Terima kasih Tante, di sini saja.



Pak Lena


Masuklah, biar saling bertemu semuanya.



Lena


Ayolah masuk



Tamu I


Bayar dulu utangmu, ini urusan kita berdua.



Lena


Iya, nanti di dalam.



Tamu I


Tapi…



Lena


Tidak ada alasan (menggandeng Tamu I)



SEMUANYA BERKUMPUL DI DEPAN TV







Bu Lena


Oh, rupanya kamu. Len, temanmu ini bolak-balik mencari kamu.



Tamu I


Maaf Tante, merepotkan.



Pak Lena


Ah, tidak ada apa-apa. Kenapa terlihat begitu penting, ada apa ini?



Tamu I


Tidak ada apa-apa, Om, cuma sekedar mampir.



Pak Lena


Kalau cuma sekedar berarti tidak berulang, benar tidak?



Tamu II


Kalau begitu saya pulang lebih dulu saja, Om.



Pak Lena


Kamu di sini dulu, masalah yang tadi belum selesai.



Lena


Masalah apa lagi?



Bu Lena


Lena, kamu kan belum mengembalikan uang yang kamu curi dari dia.



Tamu I


Kamu mencuri uang, Len?



Tamu II


Tidak… tidak, wah serba salah semuanya.



Pak Lena


Sudahlah, mari kita selesaikan. Lena, katakan saja berapa yang kau ambil dari dia?



Lena


(Marah) Kenapa nggak ada yang percaya! Lena tidak pernah mencuri uangnya!



Tamu II


Iya, Om. Lena tidak mencuri uang saya.



 Lena


Dengar itu! Lena tidak pernah mencuri! Lena cuma meminjam uang.



Tamu II


Kapan?



Lena


Bukan kamu!



Tamu I


Tidak, Om. Tidak, Tante. Lena tidak pernah meminjam uang.



Lena


Hey!



Pak Lena


Tunggu dulu, ada apa ini?



Bu Lena


Ya, yang benar yang mana? Mencuri atau meminjam, lalu uang siapa yang dicuri atau dipinjam?



Tamu I


Bukan uang saya.



Lena


Hey!



Tamu II


Sudah jelas, saya tidak ada hubungan dengan uang. Seperti yang sudah terkatakan tadi, hati saya yang dicuri.



Bu Lena


Berarti uang kamu? Berapa?



Tamu I


Tidak ada, Tante.



Lena


Hey! Jangan bohong kamu.  Aku pinjam uang kamu beberapa hari yang lalu sebagai bekal lari dari rumah. Dan, bukankah kamu datang kemari untuk menagihnya?



 Bu Lena


Bekal lari?



Pak Lena


Lari dari mana, Nak?



Lena


Lihat, lihatlah orang tuaku ini kawan-kawan. Aku lari dari rumah pun mereka tidak tahu. Yang mereka pikirkan semua baik-baik saja. Aku benci! (marah mendekati menangis)



Tamu I


Aku tidak tahu, aku pinjami kamu uang bukan untuk itu. Kalau aku tahu kamu pinjam uang untuk lari, aku tidak beri tentunya.



Tamu II


Kamu lari dari rumah? Kenapa tidak bilang padaku, Len. Aku, ah…



Tamu I


Kenapa, kamu mau membantunya lari kan!



Lena


Diam kalian! Kalian (memandang orang tua) lihatlah anak kalian ini! Apakah kalian hafal setiap tahi lalatnya? Apa kalian tahu yang diinginkannya? Pandang aku melalui mataku jangan pandang aku dengan mata kalian!



Bu Lena


Kenapa kamu harus lari, Nak. Bukankah hidup di luar itu lebih berbahaya.



Pak Lena


Jika memang ingin lari, kamu kan bisa permisi dulu, tidak perlu kamu pinjam uang kawan.



Lena


Ini bukan piknik…(menangis)


Bu Lena dan Pak Lena langsung mendekati Lena.


 Tamu I


(Menarik Tamu II ke sudut lain) Urusan keluarga, sebaiknya kita menyingkir.



Tamu II


Kita harus permisi dulu



Tamu I


Kalau keadaannya seperti ini, sebaiknya tidak perlu.



Tamu II


Uangmu…



Tamu I


Sudahlah…


Tamu I dan Tamu II pergi dengan cepat. Tangis Lena semakin menjadi.




Pak Lena


Diamlah, jangan menangis. Uang yang kamu pinjam akan kita ganti. (Menyadari Tamu I dan Tamu II telah hilang) Bagaimana ini, mereka telah hilang. Uangnya belum kita ganti.



Lena


(Sambil menangis) Bukan uang…



Pak Lena


Jika begitu mengapa menangis?



Bu Lena


Diamlah, jangan menangis terus. Kami bingung, Len. Ceritalah, Nak.



Lena


Lena tidak pulang selama ini karena Lena merasa tidak punya rumah.



Bu Lena


Tidak punya rumah?




Lena


Ya, rumah ini segalanya dihitung dengan uang, tidak ada pembicaraan yang menyenangkan. Kalian sibuk dan Lena pun sibuk sendiri. Tidak ada yang perhatikan. Lena benci. Lena butuh rumah yang benar-benar rumah!



Bu Lena


(Menangis) Maaf ya, Nak. Mungkin selama ini kami tidak memperhatikan kamu, semuanya selalu dihitung dengan uang. Rumah ini rumah kamu, rumah yang kami bebaskan untukmu, kami tidak ingin mengekang, kami rasa itu yang baik.



Pak Lena


Membebaskan kamu bukan berarti tidak perhatian. Dulu kami dikekang orang tua kami dan kami tidak suka, maka kami ingin kamu tidak seperti kami.



Lena


(Lari masuk kamar) Seharusnya kalian jadi orang tua yang benar-benar orang tua!


MUSIK PERLAHAN, SAHYDU BEGITU TERASA. BU LENA TERUS MENANGIS.



Bu Lena


Kita salah mendidiknya…



Pak Lena


Sebenarnya kita bermaksud baik, tapi salah juga…



Bu Lena


Kita harus bagaimana? Membebaskannya salah, mengekangnya juga bisa salah…



TERDENGAR KETUKAN PINTU


Bu Lena


Siapa lagi?


TERDENGAR KETUKAN PINTU. PAK LENA MENUJU PINTU DAN MEMBUKANYA.


   Bu Lena


Siapa lagi?


 Selesai


Yogyakarta maret-april 2006


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Makalah Manajemen Sumber Daya Manusia

Posting Populer