Rabu, 13 Mei 2015

PEMILUKADA SERENTAK DILIHAT DARI ASPEK DEMOKRASI PANCASILA

Pelaksanaan Pilkada/Pemilukada yang telah berlangsung sejak Juni 2005 s/d saat ini secara umum telah berlangsung secara aman, tertib, dan demokratis dengan tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Meskipun demikian dalam penyelenggaraan Pilkada ke depan masih perlu dilakukan berbagai penyempurnaan untuk memperbaiki beberapa kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada, yaitu :

1. Peningkatan akurasi daftar pemilih.

Dari segi regulasi, pengaturan data pemilih yang ada dalam Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 sebetulnya sudah cukup memadai. Kunci penyelesaian dari daftar pemilih yang kurang akurat adalah pelibatan RT/RW secara resmi dan intensif baik dalam up dating data penduduk maupun perbaikan data pemilih.

2. Peningkatan akuntabilitas proses pencalonan.

Dari segi regulasi, pengaturan tahapan pencalonan yang ada dalam Pasal 59 sampai dengan pasal 64 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum cukup memadai. Untuk mengatasi kekurangan ini, ke depan pasangan calon perlu diberi ruang untuk mengajukan keberatan ke pengadilan, jika dalam proses pencalonan dirugikan KPUD.

3. Masa kampanye yang lebih memadai.

Dari segi regulasi, pengaturan mengenai kampanye yang diatur dalam pasal 75 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum member! waktu yang cukup, yaitu hanya 14 (empat belas) hari, sehingga tidak cukup bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi lengkap para calon. Untuk itu perlu pengaturan masa kampanye yang cukup dan peningkatan kualitas kampanye agar dapat mendidik pemilih untuk menilai para calon dari segi program.

4.Peningkatan akuntabilitas penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara.

Dari segi regulasi, pengaturan mengenai penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 96 s/d Pasal 101 UU No. 32 Tahun 2004 masih mengandung celah terjadi manipulasi pada pembuatan berita acara dan sertifikat penghitungan suara yang tidak sama dengan hasil penghitungan suara yang disaksikan oleh masyaakat, karena tidak semua peserta Pilkada menempatkan saksi di setiap TPS dan keterbatasan jangkauan Panwaslu mengawasi penghitungan suara di setiap TPS. Selain itu pengumuman hasil penghitungan suara yang dipasang di setiap TPS hanya selama TPS ada (tidak lebih dari sehari), sehingga para saksi peserta Pilkada kesulitan untuk mengakses hasil penghitungan suara di setiap TPS. Untuk itu perlu pengaturan yang memungkinkan adanya kontrol dari masyarakat/para saksi calon untuk mengakses hasil penghitungan suara di TPS maupun hasil rekapitulasi hasil penghitungan suara di setiap tingkatan.

5. Peningkatan penyelenggara Pemilu yang adil dan netral

Keberpihakan penyelenggara pemilu kepada salah satu pasangan calon terjadi karena kriteria dalam sistem seleksi para anggota penyelenggara pemilu baru belum menjangkau sikap mental yang diperlukan bagi penyelenggara pemilu yang antara lain harus netral, obyektif, mempunyai integritas tinggi, kesukarelaan/keterpanggilan dalam tugas, dan tidak tidak mudah mengeluarkan statement. Untuk itu dalam revisi UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu perlu penambahan kriteria sikap mental dimaksud dalam system seleksi anggota penyelenggara pemilu.

6. Minimalisasi Putusan MK yang menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Meskipun UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2008 telah membatasi kewenangan pengadilan/mahkamah dalam sengketa Pilkada hanya sebatas sengketa hasil penghitungan suara, namun pengadilan sering menabrak aturan tersebut dan menimbulkan kontroversi. Untuk itu dalam revisi Undang-Undang yang terkait dengan Pilkada masalah ini masalah kontroversi putusan Mahkamah Konstitusi perlu dicarikan jalan keluarnya.

7. Putusan-putusan MK yang membatalkan UU No. 32 Tahu 2004 dan UU No. 12 Tahun 2008 terkait dengan pelaksanaan Pilkada.

a. Putusan MK Nomor 072-073/PUU-ii/2004 telah menganulir Pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 sebagai berikut:

1) Pasal 57 ayat (1) sepanjang anaka kalimat "...yang bertanggung jawab kepada DPRD",

2) Pasal 66 ayat (3) huruf e"...meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD",

3) Pasal 67 ayat (1) huruf e sepanjang anak kalimat"... kepada DPRD",

4) Pasal 82 ayat (2) Sepanjang anak kalimat "... oleh DPRD". b. Putusan MK Nomor No 22/PUU-VII/2009 membatalkan Pasal 58 huruf o Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam revisi Undang-Undang yang terkait dengan Pilkada masalah ini masalah substansi yang telah dibatalkan tersebut untuk tidak diatur lagi.

8. Penyesuaian tata cara pemungutan suara dan penggunaan KTP sebagai kartu pemilih dengan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Berkenaan dengan pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 dalam pemberian suara sudah tidak lagi mencoblos tapi menconteng serta penggunaan KTP juga sebagai kartu pemilu, maka untuk tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat perlu dilakukan penyerasian. Untuk itu ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 terkait dengan tata cara pemberian suara dan penggunaan kartu pemilih dalam pelaksanaan Pilkada perlu disesuaikan dengan pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009.

9. Minimalisasi politisasi birokrasi oleh kepala daerah/wakil kepala daerah incumbent dalam Pilkada.

Dalam rangka menjaga kesetaraan (fairness) dan menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Pilkada, kepala daerah/wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah harus aktif.

10.Penggabungan PILKADA (Pilkada serentak).

Penggabungan pelaksanaan Pilkada diperlukan seiain untuk menghemat biaya Pilkada juga untuk kejenuhan masyarakat pada Pemilu. Ada beberapa opsi penggabungan Pilkada.

Optimasi Penggabungan.

1) Pilkada seluruh Indonesia dilaksanakan secara bersamaan hanya 1 X , yaitu dimulai Tahun 2015.

a) Jumlah care taker kepala daerah yang akan ada 278 kepala daerah, sehingga jalannya pemerintah daerah menjadi kurang optimal.

b) Aparat keamanan harus menggelar pasukan secara serentak di seluruh Indonesia.

c) Isu Pilkada yang tadinya merupakan isu lokal menjadi isu nasional.

d) Dari segi biaya akan dapat dihemat.



2) Pilkada seluruh Indonesia dilaksanakan secara bersamaan 2 X, yaitu dimulai tahun 2013 dan tahun 2015.

a) Jumlah care taker kepala daerah yang akan ada 57 kepala daerah, sehingga jalannya pemerintah daerah menjadi sedikit kurang optimal.

b) Aparat keamanan harus menggelar pasukan secara serentak di + setengah seluruh Indonesia.

c) Isu Pilkada yang tadinya merupakan isu lokal menjadi isu nasional.

d) Dari segi biaya akan dapat dihemat.

3) Pilkada dilaksanakan secara bersamaan di masing-masing wilayah provinsi 1X sesuai jadwalnya.

a) Jumlah care taker kepala daerah yang akan ada 225 kepala daerah, sehingga jalannya pemerintah daerah menjadi kurang optimal.

b) Aparat keamanan harus menggelar pasukan di setingkat Polda.

c) Isu Pilkada merupakan isu lokal. 

d) Dari segi biaya akan dapat dihemat.

4) Kepala daerah yang berakhir dalam tahun yang sama dilaksanakan Pilkada secara bersamaan.

a) Jumlah care taker kepala daerah kecil dan dalam waktu singkat, sehingga pemerintah daerah masih berjalan normal.

b) Aparat keamanan harus menggelar pasukan di setingkat Polda atau Polres.

c) Isu Pilkada merupakan isu lokal.

d) Dari segi biaya akan dapat dihemat.

Optimasi penggabungan Pilkada di Indonesia yang paling optimal berdasar kriteria kontinuitas jalannya pemerintahan daerah, kesiapan aparat keamanan, dampak isu yang akan muncul terhadap dan efisiensi biaya didapat alternatif yang memiliki skor terbaik, yaitu : "Kepala daerah yang berakhir dalam tahun yang sama dilaksanakan Pilkada secara bersamaan".

11. Peninjauan sistem pemilihan Gubernur.

Seiring dengan kewenangan gubernur sebagai kepala daerah yang sudah sangat terbatas dan menempatkan peran gubernur sebagai wakil pemerintah yang besar, maka berdasar tinjauan yuridis, filosofis, politis, sosiologis, dan praktis sistem pemilihan gubernur secara langsung sudah dapat dipertahankan lagi dan akan lebih efektif jika pemilihannya dilakukan melalui sistem perwakilan.

12. Peninjauan sistem pemilihan wakil kepala daerah.

Pemilihan wakil kepala daerah dilakukan secara langsung berpasangan dengan kepala daerah, pada banyak daerah telah menimbulkan hubungan yang tidak sinergi dalam menjalankan tugas dan fungsi. Hal terjadi karena latar belakang politik wakil kepala daerah yang juga sarat dengan kepentingan politik menjadikan kedua belah saling waspada atas kemungkinan terjadi manuver politik yang saling menjatuhkan. Berkenaan dengan tersebut perlu dilakukan perumusan ulang sistem pemilhan wakil kepala daerah, agar tidak mengganggu penyelenggaraan pemerintahan daerah dan dapat menempatkan wakil kepala daerah sebagai pembantu untuk perkuatan kepala daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Makalah Manajemen Sumber Daya Manusia

Posting Populer