Judul Buku : MATAHARI DI ATAS GILLI
Penulis : LINTANG SUGIANTO
Penerbit : BEKASI
Tanggal : 06 OKTOBER 2004
Tebal Halaman: 225 HALAMAN
SINOPSIS:
Cerita ini dimulai dari sebuah wilayah di Madura, tepatnya di pulau Gilli. Di tepi dermaga duduk seorang wanita yang tengah hamil bernama “Suhada” ia sedang menuggu suaminya pulang, bernama “Suamar” . suhada tinggal bersama ibu angkatnya “Buk No” pemilik satu-satunya warung nasi di Gilli.
Suhada adalah seorang wanita yang dari masa kanak-kanaknya hidup kurang beruntung, ia ditinggal orang tuanya sejak kecil dan hidup berpindah-pindah. Setelah dewasa ia bertemu Suamar di Cirebin, mereka saling jatuh cinta dan kemudian menikah. Setelah itu Suhada diajak suaminya untuk tinggal di Gilli, diamana kedua orang tua Suamar tinggal. Dari pernikahannya itu Suhada kini hamil, tetapi Suamar yang hanya seorang pembua perahu harus pergi meninggalkannya, untuk membuat perahu di Cilacap.
Gilli adalah pulau kecil yang panas dan gersang, hujan jarang turun disana, pulau ini seperti berada disamping matahari. Hanya ada satu buah sekolah di sana dan Suhada adalah salah satu guru di sekolah tersebut.
Tampilkan postingan dengan label Sinopsis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sinopsis. Tampilkan semua postingan
Selasa, 22 Mei 2012
Selasa, 08 Maret 2011
Sang Pemimpi
1. Identitas Buku Judul : Sang Pemimpi
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Halaman : x + 292 Halaman Cetakan : ke-14, januari 2008
ISBN : 979-3062-92-4
2. Sinopsis
Novel Sang Pemimpi menceritakan tentang sebuah kehidupan tiga orang anak Melayu Belitong yaitu Ikal, Arai, dan Jimbron yang penuh dengan tantangan, pengorbanan dan lika-liku kehidupan yang memesona sehingga kita akan percaya akan adanya tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi dan kekuasaan Allah. Ikal, Arai, dan Jimbron berjuang demi menuntut ilmu di SMA Negeri Bukan Main yang jauh dari kampungnya. Mereka tinggal di salah satu los di pasar kumuh Magai Pulau Belitong bekerja sebagai kuli ngambat untuk tetap hidup sambil belajar.
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Halaman : x + 292 Halaman Cetakan : ke-14, januari 2008
ISBN : 979-3062-92-4
2. Sinopsis
Novel Sang Pemimpi menceritakan tentang sebuah kehidupan tiga orang anak Melayu Belitong yaitu Ikal, Arai, dan Jimbron yang penuh dengan tantangan, pengorbanan dan lika-liku kehidupan yang memesona sehingga kita akan percaya akan adanya tenaga cinta, percaya pada kekuatan mimpi dan kekuasaan Allah. Ikal, Arai, dan Jimbron berjuang demi menuntut ilmu di SMA Negeri Bukan Main yang jauh dari kampungnya. Mereka tinggal di salah satu los di pasar kumuh Magai Pulau Belitong bekerja sebagai kuli ngambat untuk tetap hidup sambil belajar.
Kamis, 24 Februari 2011
Sinopsis Layar Terkembang
Novel Layar Terkembang karya S. Takdir Alisyahbana
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun Terbit : 2000 (PS: Pertamakali terbit pada tahun 1936)
Tebal : 166 halaman
Tuti adalah putri sulung Raden Wiriatmadja. Dia dikenal sebagai seorang gadis yang pendiam teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti yang selalu serius dan cenderung pendiam sangat berbeda dengan adiknya Maria. Ia seorang gadis yang lincah dan periang.
Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika sedang asyik melihat-lihat akuarium, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggap di Martapura, Sumatra Selatan.
Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan diantarnya Tuti dan Maria pulang. Bagi yusuf, perteman itu ternyata berkesan cukup mendalam. Ia selal teringat kepada kedua gadis itu, dan terutama Maria. Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih banyak tertumpah. Menurutnya wajah Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang selalu tersenyum itu, memancarkan semangat hidup yang dinamis.
Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia bertemu lagi dengan Tuti dan Maria di depan Hotel Des Indes. Yusuf pun kemudian dengan senang hati menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat mereka bercakap-cakap mengenai berbagai hal.
Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak sudah bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres Putri Sedar yang berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan emansipasi wanita. Suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk memajukan kaumnya.
Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura. Sesungguhnya ia bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama keindahan tanah leluhurnya, namun ternyata ia tak dapat menghilangkan rasa rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian, datang pula kartu pos dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya, surat Maria datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalannya bersama Rukamah, saudara sepupunya yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu, Yusuf memutuskan untuk kembali ke Jakarta, kemudian menyusul sang kekasih ke Bandung. Setelah mendapat restu ibunya, pemuda itu pun segera meninggalkan Martapura.
Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua sejoli itu pun melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di sekitar air terjun di Dago. Dalam kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.
Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Sesungguhpun demikian pikiran Tuti tidak urung diganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat pula ia pada teman sejawatnya, Supomo. Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya kepada Tuti.
Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan sabar. Saat itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk meminta jawaban Tuti perihal keinginandsnya untuk menjalin cinta dengannya. Sesungguhpun gadis itu sebenarnya sedang merindukan cinta kasih seorang, Supomo dipandangnya sebagai bukan lelaki idamannya. Maka segera ia menulis surat penolakannya.
Sementara itu, keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian diputuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Ternyata menurut keterangan dokter, Maria mengidap penyakit TBC. Dokter yang merawatnya menyarankan agar Maria dibawa ke rumah sakit TBC di Pacet, Sindanglaya Jawa Barat.
Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan yang makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah menerima kenyataan.
Pada suatu kesempatan, disaat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan, tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini tampak makin akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun rupanya sudah tak dapat berbuat lebih banyak lagi. Kemudian setelah Maria sempat berpesan kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah tangga, Maria mengjhembuskan napasnya yang terakhir. “Alangkah bahagianya saya di akhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain”. Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria. Lalu sesuai dengan pesan tersebut Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali melangsungkan perkawinan karena cinta keduanya memang sudah tumbuh bersemi.
Unsur Instrinsik Novel
1. Tema : Perjuangan Wanita Indonesia
2. Latar / Setting ;
1) Gedung Akuarium di Pasar Ikan,
2) Rumah Wiriaatmaja,
3) Mertapura di Kalimantan Selatan,
4) Rumah Sakit di Pacet,
5) Rumah Partadiharja,
6) Gedung Permufakatan.
3. Alur : Maju
4. Sudut Pandang : Orang ketiga yang ditandai dengan menggunakan nama dalam menyebutkan tokoh-tokohnya.
5. Penokohan
a. Maria : Anak Raden Wiriaatmaja, seseorang yang mudah kagum,mudah memuji dan memuja,lincah dan periang.
b. Tuti : Anak Raden Wiriaatmaja, seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan wanita,selalu serius,jarang memuji,pandai dan cakap dalam mengerjakan sesuatu.
c. Yusuf : Putra Demang Munaf di Mrtapura, seseorang mahasiswa kedokteran yang pandai dan baik hati.
d. Wiriaatmaja : Ayah dari Maria dan Tuti, seorang yang memegang teguh agama,baik hati dan penyayang.
e. Partadiharja : Adik Ipar Wiriaatmaja, seseorang yang baik hati, teguh pendirian dan peduli antar sesama.
f. Saleh : Adik Partadiharja, seorang lulusan sarjana yang sangat peduli akan alam sehingga ia mengabdikan diri sebagai seorang petani.
g. Rukamah : Sepupu Tuti dan Maria, seseorang yang baik hati dan suka bercanda.
h. Ratna : Istri saleh, Seorang petani yang pandai dan baik hati.
i. Juru Rawat : Seorang yang baik hati.
6. Gaya Penulisan : Didalam novel ini banyak ditemukan majas personifikasi dan banyak menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak rancu dan sulit dimengerti.
7. Amanat : Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.
Unsur Ekstrinsik
Seorang wanita tidak harus melulu duduk diam di rumah saja, melainkan juga harus aktif dalam kegiatan yang dapat mengangkat harkat dan martabat wanita. Keadaan seperti apapun, pasti akan selalu ada harapan bagi setiap manusia untuk meraih cita-cita dan cintanya. Jadi jangan putus asa.
Hikayat Hang Tuah
Pada suatu ketika ada seorang pemuda bernama Hang Tuah, anak Hang Mahmud yang bertempat tinggal di Sungai Duyung. Semua orang yang tinggal di Sungai Duyung mendengar kabar bahwa Raja Bintan sangat baik dan bijaksana terhadap semua rakyatnya. Hang Mahmud berkata kepada istrinya yang bernama Dang Merdu,
“Ayo kita pergi ke Bintan, negeri yang besar itu. Agar kita bisa memperoleh pekerjaan.”
“Mungkin benar perkataanmu.” Kata Dang Merdu.
Pada malam itu Hang Mahmud bermimpi bulan turun dari langit. Cahayanya penuh di atas kepala Hang Tuah. Hang Mahmud pun terbangun dan segera mengangkat serta menciumi Hang Tuah. Seluruh tubuh Hang Tuah bau wangi-wangian. Siang harinya Hang Mahmud menceritakan mimpinya kepada anak dan istrinya. Setelah mendengar mimpi suaminya, Dang Merdu pun langsung memandikan anaknya.
Dang Merdu memakaikan pakaian dan ikat kepala serba putih untuk Hang Tuah. Dang Merdu juga memanggilkan para pemuka agama untuk membacakan doa selamatan Hang Tuah.
“Adapun anak kita dijaga baik-baik dan jangan main terlalu jauh.” Kata Hang Mahmud kepada istrinya.
Keesokan harinya, Hang Tuah pergi ke pasar untuk membelah kayu untuk persediaan. Tiba-tiba ada pemberontak yang datang. Semua orang lari karena takut dibunuh oleh pemberontak itu. Lalu pemberontak menghunuskan kerisnya ke Hang Tuah. Maka ibunya berteriak dari atas toko, “Hang Tuah, cepat lari ke atas toko !”
Hang Tuah mendengar perkataan ibunya, maka ia pun langsung bangkit menunggu amarah si pemberontak. Pemberontak itu datang ke Hang Tuah dan menikamnya bertubi-tubi. Hang Tuah pun lompat untuk menghindari serangan pemberontak itu. Hang Tuah mengayunkan kapaknya ke kepala pemberontak itu dan pemberontak itu pun mati. Semua orang heran melihat keberanian Hang Tuah membunuh pemberontak tiu dengan kapak. Seorang anak pun berkata, “Kelak dia akan jadi perwira besar di negeri ini.”
Terdengarlah berita ini oleh keempat kawannya, Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir dan Hang Lekui. Mereka berlari dan segera bertanya kepada Hang Tuah, “Benarkah engkau membunuh pemberontak itu dengan kapak ?”
Hang Tuah hanya tersenyum dan menjawab, “Pemberontak itu tidak pantas dibunuh dengan keris, melainkan dengan kapak.”
Kemudian karena kejadian itu, baginda raja tidak khawatir lagi dan mensyukuri karena adanya Hang Tuah. Namun ada pegawai istana yang iri hati terhadap Hang Tuah. Orang itu bernama Tumenggung beserta para pengikutnya. Tumenggung beserta pegawai istana yang lain berdiskusi tentang bagaimana membuat raja benci terhadap Hang Tuah. Setelah diskusi itu, mereka pun segera menghadap raja.
Mereka berlutut di hadapan sang Raja. Tumenggung pun mulai bicara,
“Hormat tuanku, saya telah mendenngar banyak berita pengkhianatan tentang orang kepercayaan tuan. Mungkin tuan tidak akan percaya.”
“Katakan saja. Apakah orang itu Hang Tuah ?” Tanya sang baginda.
“Ya, benar. Hamba melihat Hang Tuah berbicara dengan seorang perempuan di istana ini. Hamba takut ia melakukan sesuatu terhadap perempuan ini.” Adu Tumenggung.
Setelah mendengar hal itu, sang baginda murka. Dan ia segera memerintahkan Tumenggung untuk mengusir Hang Tuah.
“Pergilah ! Singkirkan si durhaka itu !” Marah sang baginda.
Setelah kejadian itu Hang Tuah tidak pernah terdengar lagi. Namun ia tidak mati. Konon ia menjadi wali Allah dan ia berada di sungai Perak. Di sana ia menjadi raja segala Batak dan orang hutan.
Unsur Intrinsik :
1. Tema : Hang Tuah si Pemberani
2. Tokoh dan karakter : - Hang Mahmud => penyayang
- Dang Merdu => penurut
- Hang Tuah => cekatan, pemberani
- Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir dan Hang Lekui => selalu ingin tahu
- Baginda Raja => bijaksana, baik hati namun mudah terhasut
- Temanggung => iri hati
3. Unsur ekstrinsik : moral dan agama
Hikayat Si Miskin
Ada seorang suami istri yang dikutuk hidup miskin. Pada suatu hari mereka mendapatkan anak yang diberi nama Marakarma, dan sejak anak itu lahir hidup mereka pun menjadi sejahtera dan berkecukupan. Ayahnya termakan perkataan para ahli nujum yang mengatakan bahwa anak itu membawa sial dan mereka harus membuangnya.Setelah membuangnya, mereka kembali hidup sengsara. Dalam masa pembuangan, Marakrama belajar ilmu kesaktian dan pada suatu hari ia dituduh mencuri dan dibuang ke laut. Ia terdampar di tepi pantai tempat tinggal raksasa pemakan segala. Ia pun ditemukan oleh Putri Cahaya dan diselamatkannya.
Mereka pun kabur dan membunuh raksasa tersebut. Nahkoda kapal berniat jahat untuk membuang Marakarma ke laut, dan seekor ikan membawanya ke Negeri Pelinggam Cahaya, di mana kapal itu singgah.
Marakrama tinggal bersama Nenek Kebayan dan ia pun mengetahui bahwa Putri Mayang adalah adik kandungnya. Lalu Marakarma kembali ke Negeri Puspa Sari dan ibunya menjadi pemungut kayu. Lalu ia memohon kepada dewa untuk mengembalikan keadaan Puspa Sari. Puspa Sari pun makmur mengakibatkan Maharaja Indra Dewa dengki dan menyerang Puspa Sari. Kemudian Marakrama menjadi Sultan Mercu Negara.
Unsur Intrinsik dalam hikayat Si Miskin
#Tema :Kunci kesuksesan adalah kesabaran. Perjalanan hidup seseorang yang mengalami banyak rintangan dan cobaan.
#Alur :Menggunakan alur maju, karena penulis menceritakan peristiwa tersebut dari awal permasalahan sampai akhir permasalahan.
#Setting/ Latar :
-Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, hutan, pasar, Negeri Puspa Sari, Lautan, Tepi Pantai Pulau Raksasa, Kapal, Negeri Palinggam Cahaya.
-Setting Suasana : tegang, mencekam dan Ketakutan, bahagia, menyedihkan,
#Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.
#Amanat :
Unsur Ekstrinsik dalam Hikayat Si Miskin
1. Nilai Moral
2. Nilai Budaya
3. Nilai Sosial
4. Nilai Religius
5. Nilai Pendidikan
Mereka pun kabur dan membunuh raksasa tersebut. Nahkoda kapal berniat jahat untuk membuang Marakarma ke laut, dan seekor ikan membawanya ke Negeri Pelinggam Cahaya, di mana kapal itu singgah.
Marakrama tinggal bersama Nenek Kebayan dan ia pun mengetahui bahwa Putri Mayang adalah adik kandungnya. Lalu Marakarma kembali ke Negeri Puspa Sari dan ibunya menjadi pemungut kayu. Lalu ia memohon kepada dewa untuk mengembalikan keadaan Puspa Sari. Puspa Sari pun makmur mengakibatkan Maharaja Indra Dewa dengki dan menyerang Puspa Sari. Kemudian Marakrama menjadi Sultan Mercu Negara.
Unsur Intrinsik dalam hikayat Si Miskin
#Tema :Kunci kesuksesan adalah kesabaran. Perjalanan hidup seseorang yang mengalami banyak rintangan dan cobaan.
#Alur :Menggunakan alur maju, karena penulis menceritakan peristiwa tersebut dari awal permasalahan sampai akhir permasalahan.
#Setting/ Latar :
-Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, hutan, pasar, Negeri Puspa Sari, Lautan, Tepi Pantai Pulau Raksasa, Kapal, Negeri Palinggam Cahaya.
-Setting Suasana : tegang, mencekam dan Ketakutan, bahagia, menyedihkan,
#Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.
#Amanat :
- Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang adil dan pemurah.
- Janganlah mudah terpengaruh dengan kata-kata oranlain.
- Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.
- Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.
- Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.
- Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.
- Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan Tuhan, manusia hanya dapat menjalani takdir yang telah ditentukan.
Unsur Ekstrinsik dalam Hikayat Si Miskin
1. Nilai Moral
- Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
- Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita pada orang lain.
2. Nilai Budaya
- Sebagai seorang anak kita harus menghormati orangtua.
- Hendaknya seorang anak dapat berbakti pada orang tua.
3. Nilai Sosial
- Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
- Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.
4. Nilai Religius
- Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.
- Percayalah pada Tuhan bahwa Dialah yang menentukan nasib manusia.
5. Nilai Pendidikan
- Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
- Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.
Hikayat Patani
Inilah suatu kisah yang diceritakan oleh orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri Patani Darussalam itu.
Adapun raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub Mahajana pun beranak seorang lakilaki, maka dinamai anakanda baginda itu Paya Tu Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah. Syahdan maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu. Ia menamai dirinya Paya Tu Naqpa.
Selama Paya Tu Naqpa kerajaan itu sentiasa ia pergi berburu. Pada suatu hari Paya Tu Naqpa pun duduk diatas takhta kerajaannya dihadap oleh segala menteri pegawai hulubalang dan rakyat sekalian. Arkian maka titah baginda: "Aku dengar khabarnya perburuan sebelah tepi laut itu terlalu banyak konon."
Maka sembah segala menteri: "Daulat Tuanku, sungguhlah seperti titah Duli Yang Mahamulia itu, patik dengar pun demikian juga."
Maka titah Paya Tu Naqpa: "Jikalau demikian kerahkanlah segala rakyat kita. Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi laut itu."
Maka sembah segala menteri hulubalangnya: "Daulat Tuanku, mana titah Duli Yang Mahamulia patik junjung."
Arkian setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun berangkatlah dengan segala menteri hulubalangnya diiringkan oleh rakyat sekalian. Setelah sampai pada tempat berburu itu, maka sekalian rakyat pun berhentilah dan kemah pun didirikan oranglah. Maka baginda pun turunlah dari atas gajahnya semayam didalam kemah dihadap oleh segala menteri hulubalang rakyat sekalian. Maka baginda pun menitahkan orang pergi melihat bekas rusa itu. Hatta setelah orang itu datang menghadap baginda maka sembahnya: "Daulat Tuanku, pada hutan sebelah tepi laut ini terlalu banyak bekasnya."
Maka titah baginda: "Baiklah esok pagipagi kita berburu"
Maka setelah keesokan harinya maka jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Maka segala rakyat pun masuklah ke dalam hutan itu mengalan-alan segala perburuan itu dari pagipagi hingga datang mengelincir matahari, seekor perburuan tiada diperoleh. Maka baginda pun amat hairanlah serta menitahkan menyuruh melepaskan anjing perburuan baginda sendiri itu. Maka anjing itu pun dilepaskan oranglah. Hatta ada sekirakira dua jam lamanya maka berbunyilah suara anjing itu menyalak. Maka baginda pun segera mendapatkan suara anjing itu. Setelah baginda datang kepada suatu serokan tasik itu, maka baginda pun bertemulah dengan segala orang yang menurut anjing itu.
Maka titah baginda: "Apa yang disalak oleh anjing itu?"
Maka sembah mereka sekalian itu: "Daulat Tuanku, patik mohonkan ampun dan karunia. Ada seekor pelanduk putih, besarnya seperti kambing, warna tubuhnya gilang gemilang. Itulah yang dihambat oleh anjing itu. Maka pelanduk itu pun lenyaplah pada pantai ini."
Setelah baginda mendengar sembah orang itu, maka baginda pun berangkat berjalan kepada tempat itu. Maka baginda pun bertemu dengan sebuah rumah orang tua lakibini duduk merawa dan menjerat. Maka titah baginda suruh bertanya kepada orang tua itu, dari mana datangnya maka ia duduk kemari ini dan orang mana asalnya.
Maka hamba raja itu pun menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Maka sembah orang tua itu: "Daulat Tuanku, adapun patik ini hamba juga pada kebawah Duli Yang Mahamulia, karena asal patik ini duduk di Kota Maligai. Maka pada masa Paduka Nenda berangkat pergi berbuat negeri ke Ayutia, maka patik pun dikerah orang pergi mengiringkan Duli Paduka Nenda berangkat itu. Setelah Paduka Nenda sampai kepada tempat ini, maka patik pun kedatangan penyakit, maka patik pun ditinggalkan oranglah pada tempat ini."
Maka titah baginda: "Apa nama engkau?"
Maka sembah orang tua itu: "Nama patik Encik Tani."
Setelah sudah baginda mendengar sembah orang tua itu, maka baginda pun kembalilah pada kemahnya.Dan pada malam itu baginda pun berbicara dengan segala menteri hulubalangnya hendak berbuat negeri pada tempat pelanduk putih itu. Setelah keesokan harinya maka segala menteri hulubalang pun menyuruh orang mudik ke Kota Maligai dan ke Lancang mengerahkan segala rakyat hilir berbuat negeri itu. Setelah sudah segala menteri hulubalang dititahkah oleh baginda masing-masing dengan ketumbukannya, maka baginda pun berangkat kembali ke Kota Maligai.
Hatta antara dua bulan lamanya, maka negeri itu pun sudahlah. Maka baginda pun pindah hilir duduk pada negeri yang diperbuat itu, dan negeri itu pun dinamakannya Patani Darussalam (negeri yang sejahtera). Arkian pangkalan yang di tempat pelanduk putih lenyap itu (dan pangkalannya itu) pada Pintu Gajah ke hulu Jambatan Kedi, (itulah. Dan) pangkalan itulah tempat Encik Tani naik turun merawa dan menjerat itu. Syahdan kebanyakan kata orang nama negeri itu mengikut nama orang yang merawa itulah. Bahwa sesungguhnya nama negeri itu mengikut sembah orang mengatakan pelanduk lenyap itu. Demikianlah hikayatnya.
Unsur-unsur intrinsik karya sastra Melayu klasik tersebut.
Ada beberapa ciri-ciri yang dapat Anda identifikasi dari karya sastra Melayu klasik tersebut, di antaranya:
•menggunakan bahasa Melayu klasik
•menghubungkan cerita dengan kejadian alam atau tempat,
•berkisah tentang kerajaan (istana sentris)
Unsur-unsur Ekstrinsik
1.Tema adalah dasar cerita sebagai titik tolak dalam penyusunan cerita.
2.Alur atau plot adalah struktur penceritaan yang di dalamnya berisi rangkaian kejadian atau peristiwa yang disusun berdasarkan hukum sebab akibat serta logis. Alur tersebut ada yang berupa alur maju, alur mundur, atau alur campuran.
3.Penokohan adalah pelukisan atau pendeskripsian atau pewatakan tokoh-tokoh dalam cerita.
4.Latar atau setting merupakan tempat, waktu, dan keadaan terjadinya suatu peristiwa.
5.Amanat adalah pesan-pesan yang ingin disampaikan dalam cerita.
Adapun raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub Mahajana pun beranak seorang lakilaki, maka dinamai anakanda baginda itu Paya Tu Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah. Syahdan maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu. Ia menamai dirinya Paya Tu Naqpa.
Selama Paya Tu Naqpa kerajaan itu sentiasa ia pergi berburu. Pada suatu hari Paya Tu Naqpa pun duduk diatas takhta kerajaannya dihadap oleh segala menteri pegawai hulubalang dan rakyat sekalian. Arkian maka titah baginda: "Aku dengar khabarnya perburuan sebelah tepi laut itu terlalu banyak konon."
Maka sembah segala menteri: "Daulat Tuanku, sungguhlah seperti titah Duli Yang Mahamulia itu, patik dengar pun demikian juga."
Maka titah Paya Tu Naqpa: "Jikalau demikian kerahkanlah segala rakyat kita. Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi laut itu."
Maka sembah segala menteri hulubalangnya: "Daulat Tuanku, mana titah Duli Yang Mahamulia patik junjung."
Arkian setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun berangkatlah dengan segala menteri hulubalangnya diiringkan oleh rakyat sekalian. Setelah sampai pada tempat berburu itu, maka sekalian rakyat pun berhentilah dan kemah pun didirikan oranglah. Maka baginda pun turunlah dari atas gajahnya semayam didalam kemah dihadap oleh segala menteri hulubalang rakyat sekalian. Maka baginda pun menitahkan orang pergi melihat bekas rusa itu. Hatta setelah orang itu datang menghadap baginda maka sembahnya: "Daulat Tuanku, pada hutan sebelah tepi laut ini terlalu banyak bekasnya."
Maka titah baginda: "Baiklah esok pagipagi kita berburu"
Maka setelah keesokan harinya maka jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Maka segala rakyat pun masuklah ke dalam hutan itu mengalan-alan segala perburuan itu dari pagipagi hingga datang mengelincir matahari, seekor perburuan tiada diperoleh. Maka baginda pun amat hairanlah serta menitahkan menyuruh melepaskan anjing perburuan baginda sendiri itu. Maka anjing itu pun dilepaskan oranglah. Hatta ada sekirakira dua jam lamanya maka berbunyilah suara anjing itu menyalak. Maka baginda pun segera mendapatkan suara anjing itu. Setelah baginda datang kepada suatu serokan tasik itu, maka baginda pun bertemulah dengan segala orang yang menurut anjing itu.
Maka titah baginda: "Apa yang disalak oleh anjing itu?"
Maka sembah mereka sekalian itu: "Daulat Tuanku, patik mohonkan ampun dan karunia. Ada seekor pelanduk putih, besarnya seperti kambing, warna tubuhnya gilang gemilang. Itulah yang dihambat oleh anjing itu. Maka pelanduk itu pun lenyaplah pada pantai ini."
Setelah baginda mendengar sembah orang itu, maka baginda pun berangkat berjalan kepada tempat itu. Maka baginda pun bertemu dengan sebuah rumah orang tua lakibini duduk merawa dan menjerat. Maka titah baginda suruh bertanya kepada orang tua itu, dari mana datangnya maka ia duduk kemari ini dan orang mana asalnya.
Maka hamba raja itu pun menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Maka sembah orang tua itu: "Daulat Tuanku, adapun patik ini hamba juga pada kebawah Duli Yang Mahamulia, karena asal patik ini duduk di Kota Maligai. Maka pada masa Paduka Nenda berangkat pergi berbuat negeri ke Ayutia, maka patik pun dikerah orang pergi mengiringkan Duli Paduka Nenda berangkat itu. Setelah Paduka Nenda sampai kepada tempat ini, maka patik pun kedatangan penyakit, maka patik pun ditinggalkan oranglah pada tempat ini."
Maka titah baginda: "Apa nama engkau?"
Maka sembah orang tua itu: "Nama patik Encik Tani."
Setelah sudah baginda mendengar sembah orang tua itu, maka baginda pun kembalilah pada kemahnya.Dan pada malam itu baginda pun berbicara dengan segala menteri hulubalangnya hendak berbuat negeri pada tempat pelanduk putih itu. Setelah keesokan harinya maka segala menteri hulubalang pun menyuruh orang mudik ke Kota Maligai dan ke Lancang mengerahkan segala rakyat hilir berbuat negeri itu. Setelah sudah segala menteri hulubalang dititahkah oleh baginda masing-masing dengan ketumbukannya, maka baginda pun berangkat kembali ke Kota Maligai.
Hatta antara dua bulan lamanya, maka negeri itu pun sudahlah. Maka baginda pun pindah hilir duduk pada negeri yang diperbuat itu, dan negeri itu pun dinamakannya Patani Darussalam (negeri yang sejahtera). Arkian pangkalan yang di tempat pelanduk putih lenyap itu (dan pangkalannya itu) pada Pintu Gajah ke hulu Jambatan Kedi, (itulah. Dan) pangkalan itulah tempat Encik Tani naik turun merawa dan menjerat itu. Syahdan kebanyakan kata orang nama negeri itu mengikut nama orang yang merawa itulah. Bahwa sesungguhnya nama negeri itu mengikut sembah orang mengatakan pelanduk lenyap itu. Demikianlah hikayatnya.
Unsur-unsur intrinsik karya sastra Melayu klasik tersebut.
Ada beberapa ciri-ciri yang dapat Anda identifikasi dari karya sastra Melayu klasik tersebut, di antaranya:
•menggunakan bahasa Melayu klasik
•menghubungkan cerita dengan kejadian alam atau tempat,
•berkisah tentang kerajaan (istana sentris)
Unsur-unsur Ekstrinsik
1.Tema adalah dasar cerita sebagai titik tolak dalam penyusunan cerita.
2.Alur atau plot adalah struktur penceritaan yang di dalamnya berisi rangkaian kejadian atau peristiwa yang disusun berdasarkan hukum sebab akibat serta logis. Alur tersebut ada yang berupa alur maju, alur mundur, atau alur campuran.
3.Penokohan adalah pelukisan atau pendeskripsian atau pewatakan tokoh-tokoh dalam cerita.
4.Latar atau setting merupakan tempat, waktu, dan keadaan terjadinya suatu peristiwa.
5.Amanat adalah pesan-pesan yang ingin disampaikan dalam cerita.
Hikayat 1001 Malam
Oleh : Fuad Syarifudin Nur
Pada suatu hari, tinggallah seorang Raja dengan permaisurinya di sebuah Istana megah. Sang Raja sangat kecewa terhadap istrinya yang selingkuh. Ia pun menaruh dendam yang sangat dalam terhadap permaisurinya, bahkan terhadap semua wanita. Setiap wanita dianggapnya tidak berbudi. Permaisuri dibunuhhnya untuk melampiaskan dendamnya itu. Setiap wanita yang mati, dibunuh olehnya. Setelah hampir habis wanita terbunuh oleh Raja yang kejam itu, sampailah giliran anak mentrinya. Sang mentri sangat sedih, karena bila ia tidak dapat mencarikan wanita untuk Raja, berarti ia akan dibunuh dan bila ia memberikan anak wanitanya, berarti anak wanitanya akan dibunuh.
Pada suatu hari, tinggallah seorang Raja dengan permaisurinya di sebuah Istana megah. Sang Raja sangat kecewa terhadap istrinya yang selingkuh. Ia pun menaruh dendam yang sangat dalam terhadap permaisurinya, bahkan terhadap semua wanita. Setiap wanita dianggapnya tidak berbudi. Permaisuri dibunuhhnya untuk melampiaskan dendamnya itu. Setiap wanita yang mati, dibunuh olehnya. Setelah hampir habis wanita terbunuh oleh Raja yang kejam itu, sampailah giliran anak mentrinya. Sang mentri sangat sedih, karena bila ia tidak dapat mencarikan wanita untuk Raja, berarti ia akan dibunuh dan bila ia memberikan anak wanitanya, berarti anak wanitanya akan dibunuh.
Salah Asuhan
Oleh: Abdul Moeis
Corrie de Bussee, gadis Indo-Belanda yang cantik, lincah dan menjadi dambaan setiap pria yang mengenalnya. Corrie berteman dengan Hanafi dari sejak kecil. Hanafi sendiri adalah laki-laki muda asli Minangkabau, berpendidikan tinggi dan berpandangan kebarat- baratan. Bahkan cenderung memandang rendah bangsanya sendiri. Karena selalu bersama-sama akhirnya mereka saling mencintai. Tapi cinta mereka itu tidak dapat disatukan karena perbedaan bangsa, jika orang Bumiputera menikah dengan keturunan Belanda dan sampai menikah, mereka akan dijauhi oleh para keluarganya dan orang lain. Corrie pun akhirnya pergi yang tadinya tinggal di Minangkabau menjadi di Betawi. Perpindahan itu sengaja ia lakukan untuk menghindar dari Hanafi dan meneruskan sekolahnya di sana. Akhirnya ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah. Rapiah adalah sepupu Hanafi, gadis Minangkabau sederhana yang berperangai halus, taat pada tradisi dan adat sukunya. Ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah yaitu untuk membalas budi pada ayah Rapiah yaitu Sutan Batuah yang telah membantu membiayai sekolah Hanafi. Tapi Hanafi awalnya tidak mau karena cintanya hanya untuk Corrie saja. Akhirnya dengan bujukan ibunya walaupun terpaksa ia menikah juga dengan Rapiah. Karena Hanafi tidak mencintai Rapiah, Rapiah hanya diperlakukan seperti babu di rumahnya. Mungkin Hanafi juga menganggap Rapiah itu tidak ada, jika banyak temannya orang Belanda yang datang ke rumahnya. Hanafi dan Rapiah dikarunia seorang anak laki-laki yaitu Syafei. Suatu hari, Hanafi digigit anjing gila, maka dia harus berobat ke Betawi agar sembuh. Di Betawi Hanafi dipertemukan kembali dengan Corrie. Di Betawi, Hanafi menikah dengan Corrie dan mengirim surat pada ibunya bahwa dia menceraikan Rapiah. Ibu Hanafi dan Rapiah pun sangat sedih, tetapi walaupun Hanafi seperti itu, Rapiah tetap sabar dan tetap tinggal dengan Ibu Hanafi. Perkawinannya dengan Corrie ternyata tidak bahagia, sampai-sampai Corrie dituduh suka melayani laki-laki lain oleh Hanafi. Akhirnya Corrie pun sakit hati dan pergi dari rumah menuju Semarang. Corrie sakit Kholera dan meninggal dunia. Hanafi sangat menyesal telah menyakiti hati Corrie dan sangat sedih atas kematian Corrie, Hanafi pun pulang kembali ke kampung halamannya dan menemui ibunya. Pekerjaannya Hanafi hanya termenung saja dan tidak terlalu bergairah. Hanafi sakit, kata dokter dia minum sublimat dan akhirnya dia meninggal dunia.
Unsur Intrinsik :
1. Tema : Adat istiadat
2. Alur : Alur maju
Novel ini menceritakan bagaimana awal Hanafi dan Corrie berteman hingga mereka meninggal
3. Setting : Tempat : lapangan tenis di Minangkabau, rumah Corrie dan rumah Hanafi di Minangkabau, Betawi (Jakarta) dan Semarang
4. Suasana : Penyesalan : Hanafi menyesal telah menyakiti hati Corrie
5. Perwatakan :
- Hanafi : egois dan keras kepala
- Corrie : baik dan mudah bergaul
- Rapiah : sabar dan lembut
- Ibu Hanafi : sabar
- Syafei : berani
6. Amanat : Jangan memaksakan suatu pernikahan yang tidak diinginkan oleh pengantin tersebut, karena akhirnya akan saling menyakiti keduanya.
Unsur Ekstrinsik :
Nilai adat istiadat : Adat istiadat pada saat itu tidak memperbolehkan seorang wanita atau pria dengan perbedaan bangsa, bersatu untuk saling mencintai
Nilai pendidikan : Kepindahan Corrie ke Semarang untuk meneruskan sekolahnya disana
Corrie de Bussee, gadis Indo-Belanda yang cantik, lincah dan menjadi dambaan setiap pria yang mengenalnya. Corrie berteman dengan Hanafi dari sejak kecil. Hanafi sendiri adalah laki-laki muda asli Minangkabau, berpendidikan tinggi dan berpandangan kebarat- baratan. Bahkan cenderung memandang rendah bangsanya sendiri. Karena selalu bersama-sama akhirnya mereka saling mencintai. Tapi cinta mereka itu tidak dapat disatukan karena perbedaan bangsa, jika orang Bumiputera menikah dengan keturunan Belanda dan sampai menikah, mereka akan dijauhi oleh para keluarganya dan orang lain. Corrie pun akhirnya pergi yang tadinya tinggal di Minangkabau menjadi di Betawi. Perpindahan itu sengaja ia lakukan untuk menghindar dari Hanafi dan meneruskan sekolahnya di sana. Akhirnya ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah. Rapiah adalah sepupu Hanafi, gadis Minangkabau sederhana yang berperangai halus, taat pada tradisi dan adat sukunya. Ibu Hanafi ingin menikahkan Hanafi dengan Rapiah yaitu untuk membalas budi pada ayah Rapiah yaitu Sutan Batuah yang telah membantu membiayai sekolah Hanafi. Tapi Hanafi awalnya tidak mau karena cintanya hanya untuk Corrie saja. Akhirnya dengan bujukan ibunya walaupun terpaksa ia menikah juga dengan Rapiah. Karena Hanafi tidak mencintai Rapiah, Rapiah hanya diperlakukan seperti babu di rumahnya. Mungkin Hanafi juga menganggap Rapiah itu tidak ada, jika banyak temannya orang Belanda yang datang ke rumahnya. Hanafi dan Rapiah dikarunia seorang anak laki-laki yaitu Syafei. Suatu hari, Hanafi digigit anjing gila, maka dia harus berobat ke Betawi agar sembuh. Di Betawi Hanafi dipertemukan kembali dengan Corrie. Di Betawi, Hanafi menikah dengan Corrie dan mengirim surat pada ibunya bahwa dia menceraikan Rapiah. Ibu Hanafi dan Rapiah pun sangat sedih, tetapi walaupun Hanafi seperti itu, Rapiah tetap sabar dan tetap tinggal dengan Ibu Hanafi. Perkawinannya dengan Corrie ternyata tidak bahagia, sampai-sampai Corrie dituduh suka melayani laki-laki lain oleh Hanafi. Akhirnya Corrie pun sakit hati dan pergi dari rumah menuju Semarang. Corrie sakit Kholera dan meninggal dunia. Hanafi sangat menyesal telah menyakiti hati Corrie dan sangat sedih atas kematian Corrie, Hanafi pun pulang kembali ke kampung halamannya dan menemui ibunya. Pekerjaannya Hanafi hanya termenung saja dan tidak terlalu bergairah. Hanafi sakit, kata dokter dia minum sublimat dan akhirnya dia meninggal dunia.
Unsur Intrinsik :
1. Tema : Adat istiadat
2. Alur : Alur maju
Novel ini menceritakan bagaimana awal Hanafi dan Corrie berteman hingga mereka meninggal
3. Setting : Tempat : lapangan tenis di Minangkabau, rumah Corrie dan rumah Hanafi di Minangkabau, Betawi (Jakarta) dan Semarang
4. Suasana : Penyesalan : Hanafi menyesal telah menyakiti hati Corrie
5. Perwatakan :
- Hanafi : egois dan keras kepala
- Corrie : baik dan mudah bergaul
- Rapiah : sabar dan lembut
- Ibu Hanafi : sabar
- Syafei : berani
6. Amanat : Jangan memaksakan suatu pernikahan yang tidak diinginkan oleh pengantin tersebut, karena akhirnya akan saling menyakiti keduanya.
Unsur Ekstrinsik :
Nilai adat istiadat : Adat istiadat pada saat itu tidak memperbolehkan seorang wanita atau pria dengan perbedaan bangsa, bersatu untuk saling mencintai
Nilai pendidikan : Kepindahan Corrie ke Semarang untuk meneruskan sekolahnya disana
Langganan:
Postingan (Atom)
Entri yang Diunggulkan
Posting Populer
-
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karuniaNya, Penulis masih diberi kesempatan untu...
-
PROPOSAL KEGIATAN PAGELARAN SENI TARI SMAN 11 KAB. TANGERANG I. Latar Belakang Seni merupakan suatu yang tidak da...
-
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya, saya dapat menyelesaikan karya ilm...