Minggu, 27 Februari 2011

Keteguhan Hati Sang Nabi

Ada satu contoh yang bisa kita ambil dari perilaku Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw, adalah orang yang terkenal teguh hatinya. Maksudnya, ia sangat taat dalam menjalankan kebenaran. Suatu kebenaran yang datang dari Allah dipertahankannya walau keselamatan beliau terancam.

Alkisah, Nabi Muhammad Saw, telah menerima wahyu dari Allah. Nabi diutus kepada seluruh umat manusia untuk menyembah Allah. Sejak itu, Nabi mulai aktif berdakwah sendirian.

Pada awalnya, beliau berdakwah kepada istrinya, lalu kepada kaum kerabatnya. Karena Nabi berasal dari suku Quraisy, beliau sering berdakwah setiap ada perkumpulan suku Quraisy. Nabi tidak mendapatkan banyak sambutan, tetapi lebih banyak cemoohan. 

Semakin lama para tokoh Quraisy mulai gusar juga. Beramai-ramai mereka menemui paman Nabi, Abu Thalib. Selama ini, beliaulah yang menjadi pelindung Nabi setelah kakek Nabi meninggal. Seseorang berkata, ”Hai, Abu Thalib! Kau tahu anak saudaramu itu telah membuat fitnah dihalaman rumah kita, bahkan perkumpulan kita. Ia mengatakan sesuatu yang tidak kita sukai. Kami berharap engkau dapat menghentikannya!”

Abu Thalib lalu memanggil putranya, Aqil. ”Wahai Aqil, pergilah engkau cari Muhammad, dan bawa ia kepadaku!”

Aqil pergi mencari dan mendapati Muhammad berada di sebuah pondok dari deretan rumah Abu Thalib. Lalu, Muhammad berjalan beriringan dengan Aqil. Ia tampak susah payah berjalan karena kelaparan. Duh, sungguh melihat keadaan junjungan kita ini, hati menjadi terenyuh. Beliau memang sering menahan lapar dan dingin ketika sedang berdakwah.

Sesampainya di rumah, Abu Thalib berkata kepadanya, ”Wahai Anak Saudaraku! Sungguh aku tahu bahwa kau anak baik-baik. Tadi, telah datang beberapa orang dari kaummu yang menuduh engkau selalu berbuat yang tidak baik. Engkau mengatakan sesuatu yang mereka tidak suka. Engkau menyakiti hati mereka. Nah, aku pikir lebih baik engkau hentikan kata-kata serupa itu!”

Nabi Muhammad termenung seketika mendengar perkataan pamannya. Pada mulanya, beliau merasa kecewa. Nabi menyangka sang paman tidak akan membelanya lagi. Ia lalu memandang ke atas langit.

”Wahai, pamanku! Jika mereka letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku untuk memaksaku berhenti berdakwah, aku tetap tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya!”

Nabi Muhammad Saw mengucapkannya sambil terisak. Bahkan, beliau sempat menangis sambil terus pergi meninggalkan pamannya.

Abu Thalib merasa serba salah. Lalu, ia kembali memanggil Muhammad.

“Wahai, Anak Saudaraku! Teruskan dan serukanlah apa yang kamu inginkan. Sungguh, aku akan tetap membelamu!”

Oh, sungguh ucapan ini menambah keteguhan hati Nabi Muhammad Saw. Inilah salah satu hal yang membuat beliau begitu mencintai pamannya. Kelak, ketika pamannya wafat dan juga istrinya, Nabi Saw sangat berduka sekali. Tahun wafatnya dua orang tersebut, terkenal dengan sebutan “Tahun Duka Cita”.

Selepas meninggalnya Abu Thalib, Nabi Muhammad Saw tetap bersemangat untuk berdakwah. Namun, ia kehilangan orang yang membelanya selama ini. Akibatnya, para pemimpin Quraisy pun mulai berencana mencelakainya. Bahkan, ada yang ingin membunuhnya.

Suatu ketika, Nabi berada di Ka’bah. Beliau hendak melaksanakan shalat. Ketika itu dengan diam-diam, datanglah Uqbah bin Abu Mu’aith. Tiba-tiba, Uqbah membelitkan selembar kain ke tengkuk nabi Muhammad Saw. Kain itu disentakkan dengan kuat sekali. Nabi Muhammad tercekik dan jatuh tersungkur. Orang-orang yang melihat kejadian itu menjerit. Mereka menyangka Nabi telah wafat.

Abu Bakar r.a., sahabat beliau, melihat hal itu. Ia dengan cepat menghampiri Uqbah dan melepaskan cekikannya. Abu Bakar pun membentak Uqbah, ”Apa-apaan ini? Apakah engkau hendak membunuh orang yang mengatakan bahwa Tuhanku adalah Allah’?”

Uqbah tidak menjawab pertanyaan Abu Bakar r.a. Ia langsung ngeloyor pergi, dan berkumpul kembali dengan para pemimpin Quraisy.

Nabi Muhammad Saw, tetap bersabar menerima perlakuan itu. Ia tidak berkata sepatah pun. Ia malah bangkit, lalu menunaikan shalatnya yang terganggu.
Sedemikian teguh hati Nabi dalam menerima celaan, hinaan, bahkan siksaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Makalah Manajemen Sumber Daya Manusia

Posting Populer