Gitar Itu Masih Berdenting
Oleh Fatma Dewi F.S.
Penulis adalah mahasiswa Univ. Negeri Surabaya
Belajarlah mendengarkan hati
Dan biarkan jari-jarimu bergerak
Mengikutinya…
Faya memberanikan diri menerima gitar yang kusodorkan padanya. Dia memeluknya seperti memeluk bayi kecil. Begitu hati-hati. Selintas kulihat matanya memandangku ragu-ragu. Aku tidak mau dia berubah pikiran, jadi aku balas memandangnya.
Bukan dengan pandangan meragukan, melainkan dengan pandangan meyakinkan. Aku berani menjamin string-string itu tidak akan melukai jarinya.
Sebagai permulaan, aku mencontohkan beberapa chord dasar. Faya mengikuti gerakanku satu persatu. Masih sangat kaku. Lalu aku mulai memetiknya.
Aku mainkan sebait lagu yang mudah diikuti. Aku sempat berharap dia bisa mengikutiku seperti sebelumnya. Sayang harapanku kelewat muluk. Kali ini semuanya tampak berantakan. Tidak peduli chord apa pun yang dia tekan, bunyi yang dihasilkan selalu sama.
Bunyi "prek prek" yang menyiksa pendengaran. Tapi aku tidak gampang menyerah. Aku tahu tidak ada awal yang mudah. Yang namanya proses pasti butuh waktu.
Sepertinya Faya membaca pikiranku. Dia melonggarkan gitar dalam pelukannya. Matanya seakan mengatakan upaya kami akan sia-sia. Dia mau mengurungkan niatnya.
Aku tidak suka itu. Aku sudah berjanji akan membantunya sampai bisa. Setidaknya, memainkan sebuah lagu saja.
Tanpa permisi langsung aku raih tangannya. Aku bantu jari-jarinya menekan chord dengan benar. Lalu kusuruh dia menirukanku sekali lagi. Syukurlah, bunyi yang dihasilkannya kali ini sudah lebih enak didengar.
Melihatku menghela nafas, diapun tersenyum. Ada kelegaan yang memancar dari senyumnya.
Sejak saat itu, kami mempunyai jadwal khusus setiap minggunya. Jadwal itu disesuaikan, bergantung kapan aku ada waktu luang.
Faya sama sekali tidak punya talenta musik. Dia buta nada. Dia jarang mendengarkan lagu-lagu. Tapi semangatnya yang besar itu membuatku optimis. Nanti, entah kapan, Faya akan mengejutkanku dengan sebuah keajaiban. Aku hanya perlu menunggu.
Lalu kau akan mengerti, ternyata
Hidup ini
Sebuah lagu
Iramanya mengalun dalam tiap
Helaan nafasmu
Debaran jantungmu
Aliran darahmu
Akhirnya, saat itu tiba juga. Minggu-minggu yang kami lewati berdua terasa begitu singkat. Aku sulit mempercayainya. Faya masih belum fasih memetik string gitar maupun mengganti chord. Dia masih belum bisa memainkan satu lagu secara utuh. Meskipun aku sudah berusaha semampuku.
Seandainya boleh, aku ingin mencegahnya agar tidak pergi. Tugasku masih belum selesai. Janji itu belum kupenuhi.
Faya harus berangkat sekarang juga atau semuanya terlambat. Kanker yang dideritanya sudah mencapai stadium empat. Itu berarti dia harus menyerahkan nyawanya di ujung pisau bedah. Di ruang operasi.
Ada binar kehidupan yang menyala di matanya, saat aku memainkan lagu untuknya pertama kali. Dia tersenyum lebar dan bertepuk tangan. Senyum yang lebih bermakna dari sejuta kata.
Kami bertemu di rumah sakit. Orang boleh bilang pertemuan kami sebuah kebetulan. Tapi bagiku itu adalah nasib.
Faya mengajarkan padaku apa artinya bertahan hidup. Dia mengajarkan padaku bagaimana caranya menghargai hidup. Dia datang dalam hidupku sebagai penolong saat aku tersesat. Bukan sebagai korban yang harus dikasihani. Itu sebabnya aku sangat ingin mengabulkan keinginannya. Memberikan apa yang memang layak diterimanya.
Sayang sekali, aku gagal.
Faya sangat ingin bisa bernyanyi sambil diiringi gitar yang dipetiknya sendiri. Dia ingin memupuk keberaniannya untuk menghadapi kenyataan. Menurutnya, lagu-lagu itu mampu memberinya kekuatan lebih.
Aku tidak tahu bagaimana dia bisa berpikiran begitu. Hanya, laporan medisnya menyatakan kalau kondisinya membaik tiap kali kami bertemu dan belajar memainkan lagu.
Dan sekarang, Faya harus menghadapi peperangannya seorang diri. Aku tidak lagi bisa membantunya. Mungkin kekuatan yang diharapkannya belum sempurna. Tapi aku yakin dia cukup kuat untuk bertahan.
Sebelum dia dibawa ke ruang operasi, aku memainkan lagu kesukaannya dengan gitar yang selama ini dipakainya belajar. Aku lihat dia menangis.
Faya, selama gitar itu masih berdenting, pisau bedah seperti apa pun tidak akan membuatmu merasa sakit. Aku berani menjamin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri yang Diunggulkan
Posting Populer
-
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karuniaNya, Penulis masih diberi kesempatan untu...
-
PROPOSAL KEGIATAN PAGELARAN SENI TARI SMAN 11 KAB. TANGERANG I. Latar Belakang Seni merupakan suatu yang tidak da...
-
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya, saya dapat menyelesaikan karya ilm...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar