Tangerang, 2011. Saat
itu aku berstatus sebagai peserta MOS di SMP Negeri 1 Sepatan. Perlahan
kulangkahkan kakiku untuk menuju ruang gugus yang serba dengan warna hijau,
tepatnya persis di ruang kelasku saat ini yaitu kelas 9.10. Tak lama
setelah kumasuki kelas itu, datang seorang anak perempuan yang sebaya denganku.
“Boleh duduk di sini?”, tanyanya sambil menunjuk
bangku kosong yang berada di sebelah kananku.
“Boleh. Namamu siapa?”, dengan sedikit malu
kujawab.
“Yuyun. Kamu sendiri?”, ujarnya lagi.
“Elsa.”, jawabku singkat.
Saat kutemui teman-teman ku
ternyata sudah banyak anak-anak yang sudah datang. Dua puluh menit kemudian
terlihat 4 anak yang berseragam putih-biru datang menuju ruangan. Tak
ditanyakan lagi, mereka adalah kakak-kakak OSIS yang bertugas menjaga kelompokku
selama 3 hari ini. Kegiatan MOS diawali dengan sebuah upacara penyematan
peserta MOS. Dua anak pun ditunjuk sebagai perwakilan dari 266 anak lainnya.
Dua anak itu ialah aku dan Adrian, yang saat ini berada di kelas 9A. Upacara
pun berlangsung dengan khidmat. Setelah upacara selesei, seluruh calon
siswa-siswi SMP 4 memasuki ruang gugusnya masing-masing.
“Adek-adek, sebelum kegiatan selanjutnya
berlangsung, kami mau ngenalin diri dulu ya.”, sapa seorang kakak OSIS.
Mereka pun memperkenalkan dirinya masing-masing.
“Nah, abis kita yang ngenalin diri. Sekarang
giliran kalian dek yang ngenalin diri juga.”, sautnya lagi.
6 jam pun berlangsung dengan cepat.
“Tet..tet..tet..tet..” bel tanda pulang berbunyi. Seluruh siswa dan peserta MOS
bergeruduk menuju gerbang sekolah. Sesampainya di gerbang, aku berhenti
sejenak. Aku bingung ke arah mana aku berjalan. Karena saat itu aku benar-benar
tak tahu persis keadaan sekitar wilayah sekolah yang baru kumasuki itu. Padahal
aku ingin menelpon ibu tuk menjemputku pulang. Sebuah pertanyaan pun langsung
terucap dariku pada seorang anak berkacamata dengan atribut warna kuningnya.
“Hei, di dekat sini ada wartel?”, tanyaku langsung.
“Ada. Kamu belok kanan aja, dari sana nanti
keliatan kok wartelnya.”
“Belok kanan situ ya?”, sambil kugerakkan tangan
kananku.
“Iya. Perlu kuantar?”
Secara spontan kakiku langsung bergerak menuju arah
wartel dengan ditemani anak tadi.
“Itu ya wartelnya?”, ujarku.
“He’em”, jawabnya singkat.
“Makasih banyak ya!”, ucapku senang.
Dengan segera aku berjalan ke wartel yang
ditunjuknya tadi. Beberapa langkah kemudian, aku sadar kenapa aku tak menanyai
namanya. Padahal dia telah membantuku. Mungkin gara-gara kebingungan
sampai-sampai aku tak sempat berkenalan dahulu.
Tak lama menunggu jemputan, aku pun pulang dan
bersiap untuk keesokan harinya.
Dihari kedua MOS diawali dengan apel pagi yang
dihadiri seluruh peserta. Saat apel pagi berlangsung, tiba-tiba kepalaku
mendadak pusing. Dengan badan lemas aku pun diantar oleh seorang kakak OSIS
yang berada tepat di belakangku menuju UKS. Jujur saja, dulu saat MOS aku
sempat mengagumi kakak OSIS itu.
Hari kedua MOS aku sedikit lelah karena kegiatan
yang cukup padat.
Tiba
dihari ketiga sekaligus hari terakhir, saatnya acara pelepasan
kegiatan MOS. Jadi saat itu ialah peresmianku menjadi salah seorang siswa
di SMP Negeri 4.
Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Seakan-akan kegiatan MOS itu baru saja aku alami. Saat dimana aku berada di gugus 4, kini berada kembali di ruang itu dengan status yang berbeda, yaitu siswa kelsa 9D bukan peserta
Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Seakan-akan kegiatan MOS itu baru saja aku alami. Saat dimana aku berada di gugus 4, kini berada kembali di ruang itu dengan status yang berbeda, yaitu siswa kelsa 9D bukan peserta
MOS gugus 4 lagi.
Saat-saat dimarahi dan dikerjain kakak osis, namun sekarang tidak. Hal itu sudah menjadi giliranku untuk bertugas sepertinya.
Saat-saat dimarahi dan dikerjain kakak osis, namun sekarang tidak. Hal itu sudah menjadi giliranku untuk bertugas sepertinya.
Yang dahulu sebagai peserta mos, kini sebagai pengurus OSIS.
Lebih lagi menginjak bangku di kelas 9 ini, ialah tahun terakhirku menjadi siswa di sekolah tercinta ini.
Begitu banyak pengalaman pahit manis yang kudapat semenjak MOS hingga kini. Dari bersenang-senang bersama teman SMP, dimarahi dan dibanggakan guru, berbagi cerita saat jam peljaran kosong, sampai aku mendapat banyak sahabat yang sangat baik. Salah satunya ialah anak yang dulu pernah aku tanyai letak wartel. Meskipun kita tidak pernah sekelas, dan meskipun juga kini dia uda pindah sekolah, tetapi aku menjadi akrab dengannya. Tanika Safira Amalia Izzati, itulah anak yang kumaksud.
Hmm.. Setelah bercerita tentang MOS, tak terasa sudah sebentar lagi aku akan menjalani MOS lagi untuk sekolahku yang baru nanti, yaitu ke jenjang yang lebih tinggi.
Aku harap pengalaman MOS berikutnya juga sama berkesan seperti halnya saat MOS 2k9 2k10.*
Lebih lagi menginjak bangku di kelas 9 ini, ialah tahun terakhirku menjadi siswa di sekolah tercinta ini.
Begitu banyak pengalaman pahit manis yang kudapat semenjak MOS hingga kini. Dari bersenang-senang bersama teman SMP, dimarahi dan dibanggakan guru, berbagi cerita saat jam peljaran kosong, sampai aku mendapat banyak sahabat yang sangat baik. Salah satunya ialah anak yang dulu pernah aku tanyai letak wartel. Meskipun kita tidak pernah sekelas, dan meskipun juga kini dia uda pindah sekolah, tetapi aku menjadi akrab dengannya. Tanika Safira Amalia Izzati, itulah anak yang kumaksud.
Hmm.. Setelah bercerita tentang MOS, tak terasa sudah sebentar lagi aku akan menjalani MOS lagi untuk sekolahku yang baru nanti, yaitu ke jenjang yang lebih tinggi.
Aku harap pengalaman MOS berikutnya juga sama berkesan seperti halnya saat MOS 2k9 2k10.*