Rabu, 06 April 2016

Jika Saja Aku Buta Selamanya

Jika Saja Aku Buta Selamanya


Oleh Ayyasy Az Zurqi
Penulis adalah mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 

"Jika saja." Dua kata itu dulu sering kukatakan dalam hatiku. Jika saja mataku ini diizinkan Tuhan untuk melihat. Jika saja mataku ini keduanya bisa menyaksikan kerasnya hidup yang selama ini hanya bisa kutahu dari dua kupingku ini. 
***
Pagi itu aku bangun lebih awal dari biasanya. Namun bagiku yang namanya tidur atau bangun, keduanya sama saja. Toh bagiku dunia ini hanya hitam dan gelap. Ingin aku rasakan segarnya udara pagi di kota ini yang adanya hanya pagi hari. Sedangkan kalau siang hari kota ini pasti dipenuhi dengan asap yang menyembul dari knalpot kendaraan yang berlalu lalang.

"Ting…tung! Ting…tung!" Begitu bunyi jam kuno milikku yang diam tergantung di dinding rumah ini. Jam itu terus berdentang selama lima kali. Bagiku jam itu adalah satu-satunya jam yang bisa menunjukkan jam berapa sekarang. 

Ya, meskipun kadang aku juga menanyakan itu kepada orang lain, karena perasaan jam itu kok tidak juga berdentang. Mungkin rusak, begitu pikirku kalau jam itu lama tidak berdentang.

Segera aku turun dari dipanku, lalu kuambil tongkatku, kupakai sandalku, dengan hati-hati aku menuju ke sumur yang ada di belakang rumah. Kuambil air wudhu lalu sholat subuh.

Selesai sholat aku teringat pada satu-satunya anakku yang kini sudah melakoni hidupnya dengan keringatnya sendiri. Kasihan anak itu, ia punya seorang bapak yang cacat dan tak berdaya. 

Kemudian dua kata itu kembali hadir di benakku. Jika saja aku bisa melihat anakku yang telah tumbuh dewasa, yang tak pernah dapat disaksikan mataku ini sejak sepuluh tahun yang lalu, kurang lebih. Sejak kecelakaan kerja yang menimpa diriku, yang telah membutakan mataku ini.

Jika saja aku bisa melihat, mungkin saja anakku ini sudah bisa menjadi calon insinyur. Sebuah cita-cita yang diidam-idamkan anakku sejak ia balita dan mungkin sampai sekarang. Dengan keadaanku yang seperti ini, tak mampu rasanya aku mencarikan segebok uang untuk kuliah anakku itu.

Jadilah setelah lulus SMA dia langsung cari kerja. Dua bulan yang lalu dia bekerja di bengkel. Kemudian 3 minggu kemarin dia ikut temannya narik lyn, jadi kenek Tapi empat hari yang lalu dia sudah berhenti jadi kenek, katanya sih ada sedikit cekcok dengan temannya itu. Nggak tahulah apa yang ia kerjakan sekarang. Yang jelas sudah dua hari dia tidak pernah pulang ke rumah.

"Bapakmu ini hanya bisa mendoakan, Nak, agar kamu dapat segera bekerja lagi". Ucapan itu yang aku katakan terakhir kalinya kepada anak laki-lakiku itu.

***
Matahari mulai muncul. Kehadirannya dapat terasakan oleh kulitku ini. Dengan dua kaki yang dibantu dengan tongkat, aku keluar rumah. Kulangkahkan kakiku pelan-pelan karena takut terjatuh. Sambil jalan, terlintas lagi di benakku. Seandainya aku bisa melihat indah dan sejuknya kota ini saat pagi hari, seandainya!

Teeet. Suara klakson mobil membuatku kaget dan nyaris terpental ke belakang saking kagetnya. 

"Hei tua bangka! Mau cari mati ya?" hardik orang yang mungkin sopir mobil itu. "Bangsat!" imbuh sopir itu sebagai bonus dari cacian yang pertama tadi. 

Rupanya dengan kebutaanku ini aku tak sadar kalau aku sudah berada di tengah jalan raya yang masih sepi kendaraan sehingga aku merasa masih ada di gang kecil yang memanjang di depan rumahku. 

Kubalikkan tubuhku. Kemudian aku berusaha berjalan ke pinggir jalan. Tongkatku terus berusaha mencari trotoar di pinggir jalan. Setelah ketemu, kuteruskan jalanku di sepanjang trotoar. 

Masih terngiang di telingaku ini cacian orang itu. Sudah benar-benar membatukah hati orang-orang sekarang ini? Orang tua lagi buta seperti aku ini tega-teganya ia caci. 

Kubiarkan kakiku terus melangkah. Keringat sudah mulai menetes dari keningku. Sinar surya yang tadi pagi terasa hangat bersahabat kini sudah mulai terasa teriknya. 

"Copet! Pencuri!" Kudengar sama-samar suara seorang wanita. Segera aku tahu maksud teriakan wanita itu. Ia pasti sedang kecopetan. 

"Copet! Copet!" Terdengar suara teriakan itu mulai diikuti suara orang lain. Kudengar suara teriakan yang berasal dari depanku itu semakin lama semakin keras dan mendekat. Tiba-tiba…

Brak! Ada orang yang menabrakku. Aku jatuh telentang dan kurasakan orang yang menabrakku itu ikut terjatuh. Kakinya yang satu terasa menindih perutku. Suara napasnya yang terengah ketakutan terdengar cukup jelas. Kaki yang menindih perutku mulai terangkat. Orang itu berusaha bangun.

Tak tahu mengapa tanganku yang masih memegang tongkat itu seakan bergerak dengan sendirinya dan bergerak menghempas keras kaki orang yang telah menubrukku itu sehingga ia jatuh lagi. 

"Itu pasti copetnya!" Terdengar teriakan banyak orang di sekelilingku yang semakin lama semakin mendekat ke arahku. 

"Ampun Bang! Ampun!"
"Ayo cepat kita keroyok saja maling itu. Biar kapok dia dan komplotannya!" Tak lama, terdengar olehku suara seperti buah kelapa yang jatuh dari pohonnya, disertai jerit kesakitan. 

Tiba-tiba mataku merasakan ada sesuatu yang terang menyilaukan. Dengan pandangan yang sedikit kabur dan semakin lama semakin jelas, aku dapat melihat maling itu sedang dikeroyok ramai-ramai. 

Sejenak kemudian aku baru sadar kalau sekarang aku bisa melihat lagi. Mungkin karena ditubruk copet itu kini mataku bisa melihat lagi. Begitulah pikirku saat itu. Yang jelas, ini adalah keajaiban.

Masih kusaksikan kerumunan orang itu baru bubar setelah suara sirine mobil polisi meraung-meraung. Dalam beberapa saat, polisi langsung memasang pita kuning di sekeliling laki-laki yang telah tewas itu. Entah apa namanya itu. Yang jelas, aku tahu kalau pita kuning itu tak boleh dilewati oleh orang selain petugas.

Kudekatkan diriku pada laki-laki copet yang telah babak belur dikeroyok banyak orang itu. Kulihat wajahnya dengan seksama. 

"Astaghfirullahal adziim!" Aku begitu kaget setelah melihat wajah laki-laki itu. 
Mengapa orang itu mirip sekali dengan diriki saat masih muda dulu? Seketika aku, entah mengapa, merasa yakin kalau laki-laki itu adalah anakku sendiri. 
Seandainya saja aku masih buta, aku tak akan malu melihat anakku yang berbuat keji seperti ini. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Makalah Manajemen Sumber Daya Manusia

Posting Populer