Minggu, 27 November 2016

BIOGRAPHY BJ HABIBIE



BIOGRAPHY BJ HABIBIE

BJ Habibie, in full Bacharuddin Jusuf Habibie (born June 25, 1936, Parepare, Indonesia), Indonesian aircraft engineer and politician who was president of Indonesia (1998–99) and a leader in the country’s technological and economic development in the late 20th and early 21st centuries.

Brilliant in science and mathematics from childhood, Habibie received his postsecondary education at the Bandung Institute of Technology in Bandung, Indonesia, and furthered his studies at the Institute of Technology of North Rhine–Westphalia in Aachen, West Germany. After graduating in 1960, he remained in West Germany as an aeronautics researcher and production supervisor.

Suharto took power as Indonesia’s second president in 1966, and in 1974 he asked Habibie—whom he had known for 25 years—to return to the country to help build advanced industries. Suharto assured him that he could do whatever was needed to accomplish that goal. Initially assigned to the state oil company, Pertamina, Habibie became a government adviser and chief of a new aerospace company in 1976. Two years later he became research minister and head of the Agency for Technology Evaluation and Application. In these roles he oversaw a number of ventures involving the production and transportation of heavy machinery, steel, electronics and telecommunications equipment, and arms and ammunition.

Habibie believed his enterprises ultimately would spawn high-tech ventures in the private sector and allow the country to climb the technology ladder. In 1993 he unveiled the first Indonesian-developed plane, which he helped design, and in the following year he launched a plan to refurbish more than three dozen vessels bought from the former East German navy at his initiative. The Finance Ministry balked at the cost of the latter endeavour, while the armed forces thought that its turf had been violated. Nevertheless, Habibie got more than $400 million for refurbishing.

Meanwhile, in 1990 Habibie was appointed head of the Indonesian Muslim Intellectuals Association, and during the 1993 central-board elections of the country’s ruling party, Golkar, Habibie helped the children and allies of President Suharto rise to top positions, easing out long-standing military-backed power brokers. By the late 1990s Habibie was viewed as one of several possible successors to the aging Suharto.

In March 1998 Suharto appointed Habibie to the vice presidency, and two months later, in the wake of large-scale violence in Jakarta, Suharto announced his resignation. Thrust unexpectedly into the country’s top position, Habibie immediately began to implement major reforms. He appointed a new cabinet; fired Suharto’s eldest daughter as social affairs minister as well as his longtime friend as trade and industry minister; named a committee to draft less-restrictive political laws; allowed a free press; arranged for free parliamentary and presidential elections the following year; and agreed to presidential term limits (two five-year terms). He also granted amnesty to more than 100 political prisoners.

In 1999 Habibie announced that East Timor, a former Portuguese colony that had been invaded by Indonesia in 1975, could choose between special autonomy and independence; the territory chose independence. Indonesia held free general elections (the first since 1955) in June, as promised. Later that year Habibie ran for president, but he withdrew his candidacy shortly before the October election, which was won by Abdurrahman Wahid. After Wahid took office, Habibie essentially stepped out of politics, although in 2000 he established the Habibie Center, a political research institute.

****
Biografi BJ. Habibie

BJ Habibie, yang nama lengkapnya Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir 25 Juni 1936, Parepare, Indonesia), insinyur pesawat terbang Indonesia dan politisi yang adalah presiden dari Indonesia (1998-1999) dan pemimpin dalam pengembangan teknologi dan ekonomi negara di akhir 20 dan awal abad ke-21.

Brilian dalam sains dan matematika sejak kecil, Habibie menerima pendidikan postsecondary nya di Institut Teknologi Bandung di Bandung, Indonesia, dan melanjutkan studi di Institut Teknologi North Rhine-Westphalia di Aachen, Jerman Barat. Setelah lulus pada tahun 1960, ia tetap di Jerman Barat sebagai peneliti aeronautika dan pengawas produksi.

Suharto berkuasa sebagai presiden kedua Indonesia pada tahun 1966, dan pada tahun 1974 ia meminta Habibie-yang ia dikenal selama 25 tahun-untuk kembali ke negara itu untuk membantu membangun industri maju. Suharto meyakinkannya bahwa ia bisa melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Awalnya ditugaskan untuk perusahaan minyak negara, Pertamina, Habibie menjadi penasihat pemerintah dan kepala sebuah perusahaan kedirgantaraan baru pada tahun 1976. Dua tahun kemudian ia menjadi menteri riset dan kepala Badan Evaluasi dan Penerapan Teknologi. Dalam peran ini ia mengawasi sejumlah usaha yang melibatkan produksi dan transportasi dari mesin-mesin berat, baja, elektronik dan peralatan telekomunikasi, dan senjata dan amunisi.

Habibie dipercaya perusahaan-nya akhirnya akan menelurkan usaha teknologi tinggi di sektor swasta dan memungkinkan negara untuk menaiki tangga teknologi. Pada tahun 1993 ia meluncurkan pesawat Indonesia-dikembangkan pertama, yang ia membantu desain, dan pada tahun berikutnya ia meluncurkan rencana untuk membarui lebih dari tiga lusin kapal dibeli dari mantan angkatan laut Jerman Timur pada inisiatif. Kementerian Keuangan menolak keras biaya usaha terakhir, sementara angkatan bersenjata berpikir bahwa rumput yang telah dilanggar. Namun demikian, Habibie mendapat lebih dari $ 400 juta untuk perbaikan.

Sementara itu, pada tahun 1990 Habibie diangkat menjadi kepala Asosiasi Cendekiawan Muslim Indonesia, dan selama tahun 1993 pemilihan pusat-dewan partai yang berkuasa di negara itu, Golkar, Habibie membantu anak-anak dan sekutu Presiden Suharto naik ke posisi teratas, mengurangi keluar lama pialang kekuasaan yang didukung militer. Pada akhir 1990-an Habibie dipandang sebagai salah satu dari beberapa calon pengganti Suharto penuaan.

Pada Maret 1998 Soeharto diangkat Habibie untuk wakil presiden, dan dua bulan kemudian, setelah kekerasan skala besar di Jakarta, Suharto mengumumkan pengunduran dirinya. Dorong tiba-tiba ke posisi tertinggi negara, Habibie segera mulai menerapkan reformasi utama. Dia menunjuk kabinet baru; dipecat putri sulung Soeharto sebagai menteri urusan sosial serta teman lama sebagai perdagangan dan menteri industri; bernama komite untuk menyusun undang-undang politik yang kurang ketat; diperbolehkan pers bebas; diatur untuk pemilihan parlemen dan presiden yang bebas tahun berikutnya; dan setuju untuk batas masa jabatan presiden (dua istilah lima tahun). Dia juga diberikan amnesti untuk lebih dari 100 tahanan politik.

Pada tahun 1999 Habibie mengumumkan bahwa Timor Timur, bekas jajahan Portugis yang telah diserbu oleh Indonesia pada tahun 1975, bisa memilih antara otonomi khusus dan kemerdekaan; wilayah memilih untuk merdeka. Indonesia diadakan pemilihan umum bebas (yang pertama sejak 1955) pada bulan Juni, seperti yang dijanjikan. Belakangan tahun itu Habibie mencalonkan diri sebagai presiden, namun dia mengundurkan diri dari pencalonannya tak lama sebelum pemilihan Oktober, yang dimenangkan oleh Abdurrahman Wahid. Setelah Wahid menjabat, Habibie dasarnya melangkah keluar dari politik, meskipun pada tahun 2000 ia mendirikan The Habibie Center, sebuah lembaga riset politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Makalah Manajemen Sumber Daya Manusia

Posting Populer