1.1 Latar Belakang
Sebagai negara maritim yang memiliki perairan yang luas konsumsi ikan indonesia sangat memprihatinkan. Hingga Desember 2003 tingkat konsumsi ikan per orang di Indonesia rata-rata 24,67 kilogram per tahun. Volume itu tergolong jauh lebih rendah dibanding dengan konsumsi ikan di Korsel dan Jepang yang rata-rata di atas 100 kg per orang per tahun atau Thailand yang mencapai 35 kg per orang per tahun.(kompas.com, 2007)
Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk meningkatkan konsumsi ikan adalah dengan diversifikasi produk hasil perikanan. Salah satu produk yang diharapkan bisa memberikan penetrasi pasar adalah produk bakso ikan diakarenakan kebudayaan masyarakat Indonesia yang sangat menyukai bakso.
Bakso ikan didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan penambahan atau makanan yang di inzinkan ( Nurfianti, 2007).
Ikan yang digunakan adalah ikan kurisi (Nemipterus nematoporus). Ikan ini merupakah hasil tangkap sampingan yang jarang dimanfaatkan sehingga memiliki harga yang relatif murah. Ikan kurisi dipilih karena memiliki protein yang tinggi berkisar 16,85%.
Salah satu cara pengolahan atau pengawetan rumput laut yaitu dengan mengolahnya menjadi tepung, dengan pengolahan menjadi tepung karagenan rumput laut, akan sangat bermanfaat disamping lebih praktis dalam penggunaan dan penyajiannya juga memudahkan dalam hal pengemasan dan pengangkutan. (lipi.go.id 2007) Penggunaan Tepung karagenan rumput laut ini sangat besar peranannya terutama sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), gelling agent (pembentuk gel), dan pengemulsi, dalam pebuatan bakso ikan
Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa kuat. Kitosan memiliki lebih banyak kandungan nitrogen dari pada kitin. Gugus amina dan hidroksil menjadikan kitosan bersifat lebih aktif dan bersifat polikationik. Sifat tersebut dapat dimanfaatkan sebagai koagulan dan pengawet dalam pembuatan bakso ikan.
Pada praktikum ini dengan penambahan karagenan dan chitosan diharapkan akan menghasilkan bakso ikan yang memiliki tektur lembut, enak dan tahan disimpan dalam waktu lama. Penambahan bahan bahan alami diharapkan menghasilkan produk olahan yang baik bagi tubuh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Deskripsi dan klasifikasi ikan Kurisi
Ikan Kurisi mempunyai nama internasional Threadfin Bream. Berikut ini adalah klasifikasi ikan Kurisi :
- Ordo Percomorphi,
- Subordo Percoidea,
- Famili Nemipteridae,
- Genus Nemipterus,
- Spesies Nemipterus nematophorus
Badan langsing agak gepeng. Kepala tanpa duri, bagian depannya tidak bersisik. Sirip punggung berjari-jari keras 10, dan 9 lemah. Jari-jari keras pertama dan kedua tumbuh memanjang seperti serabut (cambuk), demikian juga jari-jari teratas lembaran sirip ekornya. Sirip dubur berjari-jari keras 3, dan 7 jari-jari lemah. Warna kepala dan gigir punggung kemerahan. Ban-ban warna kuning diselang-seling ban warna merah mawar membujur badan sampai batang ekornya. Satu totol kuning terdapat panda awal garis rusuk. Cambuk pada sirip punggung maupun ekornya berwarna kuning. Sirip punggung abu-abu keunguan dengan warna kuning di tengah-tengahnya demikian juga sirip dubur. Sirip ekor kuning sedikit kegelapan. Sirip perut dan dada putih sedikit kecoklatan. Ukuran : Dapat mencapai panjang 25 cm, umumnya 12-18 cm(Astawan, 2004).
Hidup di dasar, karang-karang, dasar lumpur atau lumpur pasir pada kedalaman 10-50 m. Ikan ini termasuk ikan buas, makanannya organisme dasar (cacing-cacing kecil, udang, moluska)(Astawan, 2004).
II.2 Protein ikan
Ikan merupakan salah satu sumber gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai bahan pangan, ikan mengandung zat gizi utama. Salah satunya yang akan dibahas adalah protein ikan.
Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Kandungan protein ikan relatif besar, yaitu antara 15-25 %/100 g daging ikan. Protein ikan banyak engandung asam amino esensial yang kandungannya bervariasi, tergantung pada jenis ikan. Pada umumnya, kandungan asam amino dalam daging ikan kaya akan lisin, tetapi kurang akan kandungan triptofan (Junianto 2003).
Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein miofibril, sarkoplasma, dan stroma. Komposisi ketiga jenis protein pada daging ikan terdiri dari 65-75 % miofibril, 20-30% sarkoplasma, 1-3 % stroma (Junianto 2003).
Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging ikan, dimana protein ini larut dalam garam. Protein ini terdiri dari myosin, aktin, tropomiosin, serta aktomiosin yang merupakan gabungan aktin dan miosin. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel dan proses koagulasi, terutama dari aktomiosin. Pada umumnya protein yang larut dalam larutan garam lebih efisien sebagai pengemulsi dibandinkan dengan protein yang larut dalam air (Junianto 2003).
Protein sarkoplasma merupakan protein yang paling banyak larut dalam air, otot cardiac (hati), serta kadang-kadang disebut miogen (Domeránz 1991 dalam Amalia 2002). Protein sarkoplasma terdiri dari albumin, mioalbumin, dan mioprotein (Junianto 2003). Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan akan menghambatnya. Protein sarkoplasma dapat dihilangkan dengan cara mengekstrak daging ikan dengan menggunakan air dingin. Pencucian dengan menggunakan suhu dingin bertujuan untuk mempertahankan supaya protein, khusunya protein miofibril, tidak mengalami perusakan seperti denaturasi (Santoso et al. 1997 dalam Amalia 2002).
Stroma merupakan bagian terkecil dari protein yang membentuk jaringan ikat. Protein ini tidak dapat diekstrak dengan air, larutan asam, larutan alkali, atau larutan garam pada konsentrasi 0,01-0,1 M. Stroma terdiri dari kolagen dan elastin yang merupakan protein yang terdapat di bagian luar sel otot (Junianto 2003).
II.3 Baso
II.3.1 Bahan pembuatan baso
Bahan yang digunakan adalah ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) 200 gram, tepung tapioka 66,5 gram, lada 0,3 gram, garam 7 gram, gula putih 4 gram, karaginan 1 gram, bawang merah 3 gram, dan bawang putih 2 gram.
II.3.2 Cara pembuatan baso
Ikan yang telah dilumatkan diaduk dan lebih dihaluskan dengan alat pencampur adonan. Setelah bubur ikan benar-benar rata dan halus ditambahkan bumbu dan tepung sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan kecepatan tinggi. Selama pengadukan, ditambahkan butiran es. Pengadukan diangap selesai jika telah terbentuk adonan yang rata, halus, dan dapat dibulatkan.
Adonan diremas-remas dengan telapak tangan dan dibuat bulatan lalu dikeluarkan melalui lubang yang dibentuk oleh telunjuk dan ibu jari. Denganbantuan ujung sendok terbalik adonan segera dimasukkan ke air mendidih. Baso dibiarkan mengapung selama 5 menit, angkat dan tiriskan.
II.3.3 Karaginan dan chitosan
Karaginan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dari jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Polisakarida ini merupakan galaktan yang mengandung ester asam sulfat antara 20 -30% dan saling berikatan dengan ikatan (1,3): B (1,4) D glikosidik secara berselang seling.
Karaginan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya, karaginan mengandung minimal 18% sulfat sedang agar-agar hanya mengandung sulfat 3 4% (food Chemical Codex, 1974). Dalam dunia perdagangan karginan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kappa, iota dan lamda karaginan.
Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii, sedang iota-karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum. Karaginan digunakan sebagai stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan lain-lain(Dwiponggo, 1984)
Chitosan adalah pengawet makanan yang dibuat dari limbah udang dan rajungan Penggunaan chitosan lebih ekonomis, dan keamanannya dapat dipertanggungjawabkan. Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin, yakni produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Limbah kepala udang mencapai 35-50 persen dari total berat udang.
Menurut Linawati, proses utama dalam pembuatan chitosan meliputi penghilangan protein (deproteinisasi) dan kandungan mineral (demineralisasi) melalui proses kimiawi yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar