Langit menangis luka ketika muncul ratusan pesawat pembawa rudal di angkasa. Ratusan pesawat melayang-layang bagaikan serombongan drakula pencabut nyawa. Kemudian rudal-rudal dimuntahkannya. Akibatnya rumah-rumah porak-poranda, sekolah-sekolah pecah kacanya. Bahkan beberapa rudal dengan brutal menghajar sebuah pasar dan biblioteka. Rudal kejam itu merenggut nyawa ribuan orang tua dan anak-anak tak berdosa.
Ledakan terus menggelegar. Sepanjang jalan pohon-pohon roboh dengan dedaunan terbakar. Di tengah gelegar rudal, seorang bocah susah payah keluar dari puing-puing reruntuhan rumahnya. Berlari ia seraya mendekap sebuah kniga--benda berharga yang masih bisa diselamatkannya.
Berlari, berlari terus ia hingga rasa lelah menghentikannnya di depan sebuah parit pertahanan. Di sana ia tertegan. Tiba-tiba telinga bocahnya mendengar samar-samar suara tangisan. Setengah mengendap ia mendekat ke sana. Si bocah ternganga ketika melihat di hadapannya seorang debochka sedang meratap seraya mendekap mayat kedua orangtuanya.
Sang bocah menghampirinya, mengulurkan matryoshka dan detskaya kniga yang jatuh dari pangkuan debochka. Tanpa kata-kata ia mengusap telaga yang menggenang di kedua bola mata debochka. Kemudian ia biarkan si debochka membagikan kesedihan di pundaknya. Setelah reda kedua bocah menguburkan mayat kedua orang tua dengan gerakan tergesa-gesa. Kuburan tanpa pusara, tanpa taburan bunga, hanya doa dan tangisan sisa duka.
Sang bocah kemudian mengajak debochka beranjak. Mereka berjalan di antara mayat-mayaat tergeletak di jalan-jalan dan semak-semak.
"Mengapa orang-orang beroerang?" Tiba-tiba debochka bertanya. Si bocah menggeleng-gelengkan kepala.
"Perang hanya membawa kesengsaraan, ya,Kak?"
Si bocah mengangguk-anggukan kepala. Kemudian ia mengisyaratakan tangan supaya Si debochka diam. Tanpa suara mereka kini melangkah di tengah ratusan burung Nazar yang sedang berpesta ribuan mayat tentara. Bangkai-bangkai tank, helicopter dan pesawat terbang berserakan mengepulakan asap kematian di mana-mana.
Sang bocah dan debochka menghentikan langkah di bawah rindang pohon cemara. Rebah di sana Selokan darah mngalir di hadapan mereka.
"Benda apa yang sedang kakak pegang?" Tiba-tiba pertanyaaan debochka mengoyak keheningan di antara mereka. Si bocah menggeleng-gelengkan kepala, mencoba mennyembunyikan sesuatu di kantong palytonya. Si debochka tambah penasaran, dengan rengekan manja ia meminta si bocah untuk menunjukkan sesuatu di kantong palytonya. Tak tahan, si bocah akhirnya mengalah. Setengah terpaksa ia merogoh kantong palytonya. Menempatkan sesuatu itu di gengggaman kedua tangannya. Kemudian membukanya. Dan... debochka pun terbelalak matanya seketika.
"Merpati ini sudah mati?," tanya debochka. Si bocah menganggukkan kepala. Keduanya menatap iba pada merpati putih yang mati yang seluruh tubuhnya penuh luka.
"Siapa yang menembaknya? Sungguh tidak punya perasaan dia!" Kata debochka geram. Sementara si bocah hanya diam.
"Kita kuburkan, ya?"
Si bocah menggelengkan kepalanya.
"Kasihan dia. Jika kita kuburkan ia akan merasa tenteram di alam sana. Kita kuburkan, ya?" debochka meminta dengan manja. Akhirnya si bocahpun menganguk-anggukan kepalanya.
Blar! Blar! Blar !
Suara ledakan tiba-tiba membuat kedua bocah tiarap di atas tanah. Dan... ah, merpati mati di tangan si bocah pun terlempar ke tengah selokan darah. Keduanya sama terpana. Mereka tak bisa berbuat apa-apa ketika merpati mati ini mulai tenggelam perlahan-lahan ke dalam aliran selokan darah.
Keduanya saling pandang sejenak kemudian menghela napas kecewa. Kembali terdengar gelegar rudal dekat mereka. Keduanya serentak berteriak dan berlari ketakutabn. Mereka berlari sambil berpegangann tangan.
Kini mereka berlari melintasi taman, jembatan dan pohon-pohon ceri berapi. Mereka berhenti saat melihat ribuan tentara yang sedang berdiri di depan pagar kawat berduri. Seementara di langit terdengar jeritan burung kematian mencabik-cabik sunyi. Ketakutan, kedua bocah bersembunyi di balik pohon ceri.
"Apa yang sedang mereka lakukan?"Tanya debochka. Si bocah berisyarat supaya debochka tak bersuara. Di balik pohon ceri keduanya kian mengeratkan pegangan tangan. Menatap pemandangan di depan. Tampak jelas, sangat jelas pemandangan di depan: ribuan tentara sedang menurunkan ribuan peti mati ke dalam kuburan-kuburan. Kemudian tanpa air mata dan perasaan mereka menancapkan nisan-nisan di kepala kuburan. Nisan-Nisan bertuliskan: "Hari ini kemanusiaan dikuburkan".
Kebon Kosong, 7April 2003.
biblioteka : perpustakaan
debochka : gadis kecil
kniga : buku
matryoshka : boneka Rusia
detskaya kniga : buku anak-anak
palyto : mantel